“Sejak pertama kali mengalami menstruasi, kita terbiasa untuk berbisik-bisik ketika membahasnya. Akhirnya, kita menjadi kurang paham mengenai menstruasi, yang adalah bagian dari diri kita. Hari ini, mari kita lepaskan perasaan itu. Kita akan bangun ruang aman untuk bercerita tentang pengalaman menstruasi.”
Kutipan berikut menjadi pengantar Westiani, dari Biyung Indonesia, ketika membuka lokakarya pembuatan pembalut kain pada 24 Juli 2022. Menstrual hygiene atau kebersihan menstruasi merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan. Namun, karena stigma di masyarakat, kebersihan menstruasi sering diabaikan dan dianggap sepele, bahkan tabu.
Serikat Perempuan Independen (SPI) Labuhanbatu, Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Indonesia, Perempuan Mahardhika, dan Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) bersama dengan Pamflet Generasi menanggapi keadaan ini dengan mengadakan lokakarya mengenai kebersihan menstruasi untuk organisasi perempuan dalam jaringan Indonesia Inklusi.
Dalam menyelenggarakan lokakarya ini, Indonesia Inklusi berkolaborasi dengan Biyung Indonesia. Biyung Indonesia merupakan organisasi yang berlokasi di Yogyakarta dan aktif bergerak mengedukasi dan mengadvokasi hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan. Pada lokakarya ini, Biyung Indonesia membersamai teman-teman Indonesia Inklusi untuk mengenal lebih lanjut tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi sekaligus belajar membuat pembalut kain.
Kegiatan berlangsung di Kantor Perhimpunan Jiwa Sehat Jakarta untuk mengikuti lokakarya kebersihan menstruasi. Lokakarya dibuka dengan sambutan dari Ratna Dewi sebagai perwakilan Perhimpunan Jiwa Sehat Jakarta dan Ruray sebagai perwakilan dari Pamflet Generasi.
“Semoga pelatihan ini berguna bagi kita semua, dan kita melanjutkan pengetahuan yang didapat ke komunitas masing-masing,” ucap Mbak Ratna Dewi dari Perhimpunan Jiwa Sehat Jakarta untuk membuka lokakarya ini.
Ruray kemudian menyerahkan kegiatan ke Westiani yang juga hadir bersama Sang untuk memfasilitasi sesi lokakarya. Untuk berkenalan, partisipan diajak untuk mendengarkan dan menceritakan kembali pengalaman menstruasi teman di sebelahnya. Hal ini dilakukan untuk membuka ruang aman bagi partisipan untuk bercerita dengan nyaman tentang pengalaman menstruasinya.
Ruang aman untuk bercerita tentang pengalaman menstruasi dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan individu yang mengalami menstruasi, seperti informasi mengenai hak menstruasi sehat. Selain itu, bercerita dan saling mendengarkan pengalaman menstruasi teman adalah salah satu cara bagi kita untuk mulai mewajarkan membahas topik menstruasi. Dengan ruang aman ini, remaja yang baru memulai perjalanan menstruasinya akan lebih nyaman bercerita tentang pengalaman dan mengekspresikan kebutuhannya selama menstruasi.
Selain bertukar cerita mengenai pengalaman menstruasi, partisipan juga diajak untuk mengenal siklus menstruasi dan kesehatan reproduksi. Westiani menjelaskan bahwa siklus menstruasi bukan hanya tentang mengeluarkan darah setiap bulannya, melainkan juga tentang siklus hidup. Siklus menstruasi akan memengaruhi siklus hidup seseorang, dan sebaliknya, hidup seseorang juga bisa mempengaruhi siklus menstruasi.
Dalam satu siklus menstruasi, individu akan melewati beberapa fase; yaitu fase menstruasi, folikular, ovulasi, luteal, dan pre-menstrual atau PMS. Pada masing-masing fase, rahim individu mempunyai aktivitas yang berbeda-beda. Aktivitas Rahim tersebut dapat memengaruhi kondisi fisik dan emosi individu. Maka dari itu, sangat penting bagi individu yang mengalami menstruasi untuk mengenal siklus menstruasinya. Dengan mengenal siklus menstruasinya, individu dapat mengetahui kondisi kesehatan rahimnya, merencanakan atau menunda kehamilan, dan memahami serta menjaga kesehatan fisik dan psikis.
Westiani melanjutkan dengan membagikan tips untuk menghadapi perubahan kondisi fisik dan psikis pada saat fase menstruasi. Salah satunya adalah cara bagaimana mengatasi rasa sakit ketika sedang mengalami menstruasi. Partisipan kemudian menghitung siklus menstruasi secara manual dengan mengisi handout yang telah diberikan pada awal sesi. Selanjutnya, partisipan berdiskusi mengenai mitos dan fakta yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan menstruasi. Sesi diskusi ditutup dengan permainan bela diri sederhana.
Sesi terakhir dalam lokakarya ini adalah belajar cara membuat pembalut kain. Dengan belajar membuat pembalut kain sendiri, partisipan bisa mempunyai pilihan untuk tidak membeli pembalut pabrik. Selain lebih aman dan sehat dibanding pembalut pabrik, menggunakan dan membuat pembalut kain sendiri dapat menghemat pengeluaran. Partisipan juga dapat memproduksi pembalut kain bersama komunitasnya untuk dijadikan sumber penghasilan baru bagi komunitas.
Lokakarya ini ditutup dengan diskusi singkat dan kesan pesan dari partisipan.
“Kegiatan belajar membuat pembalut kain penting karena anggota komunitas kami adalah perempuan desa. Komunitas dapat memanfaatkan bahan yang sudah tersedia di rumah sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat pembalut kain. Selain itu, pembalut kain lebih sehat untuk kesehatan reproduksi perempuan. Ke depannya, pembalut kain juga bisa menjadi produk usaha komunitas kami,” ujar Henny Rahayu, peserta lokakarya dari Serikat Perempuan Indonesia Labuhanbatu.
Harapannya, setelah mengikuti lokakarya ini, teman-teman anggota Indonesia Inklusi dapat lebih mengenal dan memahami hak atas kesehatan seksual dan reproduksi. Selain itu, teman-teman anggota Indonesia Inklusi bisa membagikan pengetahuan yang didapat ke anggota organisasinya yang lain. Perempuan bisa lebih berdaya atas kesehatan dan tubuhnya.
Ditulis oleh Ken Penggalih
Disunting oleh Nabila Auliani Ruray
Ilustrasi oleh Naldi Cante