Ditulis oleh: Lulu Il Asshafa
Masalah pendanaan masih menjadi tantangan nyata yang dihadapi oleh para aktivis sosial guna mendukung keberlanjutan kegiatan organisasinya. Tantangan tersebut semakin kompleks, karena dinamisnya perubahan geopolitik dunia yang memberikan pengaruh terhadap perubahan signifikan dalam lanskap bantuan pendanaan pembangunan internasional (international development aid).
Beberapa tahun kebelakang, terdapat peralihan fokus tematik dari pendanaan global yang menyebabkan pendanaan organisasi masyarakat sipil di berbagai daerah terus berkurang. Akibatnya, ruang gerak masyarakat sipil semakin terbatas. Oleh karena itu, penggalangan dana dari sumber-sumber lokal menjadi alternatif penting untuk menjamin keberlanjutan dan kesuksesan organisasi masyarakat sipil setempat.
Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial dan Pamflet dan didukung oleh Voice, mengadakan workshop bertema “Mobilisasi Sumber Daya Lokal yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Workshop yang diadakan di Hotel Manhattan ini dihadiri oleh 22 perwakilan organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang sosial dengan berbagai isu. Sesi sharing dan diskusi interaktif ini dipandu oleh Kak Tazia Teresa Darryanto, Program Development Manager GEDI dari Yayasan Humanis.
“Di sini, kita akan belajar mengenai bagaimana memetakan peluang pendanaan, memperkuat keterampilan dan membuat aksi pendanaan bersama hingga membuat skema dan mencoba pitching dan teman-teman sendiri yang akan menilai. Kita semua adalah panel hari ini.” tutur Kak Siska Dewi Noya, Yayasan Humanis dalam acara Workshop pada Rabu, (05/06/2024).
Acara ini secara bertahap mendiskusikan berbagai hal terkait pendanaan, mulai dari Sumber Pendanaan, Strategi dan Tantangan Pendanaan, Sumber Daya Manusia hingga membuat contoh proposal pendanaan yang inklusif dan berkelanjutan. .
Sesi I: Sumber Pendanaan
Ka Tazia memulai diskusi dengan mengidentifikasi pengalaman peserta khususnya staf khusus yang bertugas untuk membuat proposal pendanaan. “Di sini ada atau tidak yang di organisasinya memiliki staf khusus yang kerjaannya buat proposal, cari informasi seputar pendanaan, dan ketemu-ketemu donor?” tanya Kak Tazia dalam forum.
Pak Edi dari Sehati menceritakan di 2 tahun terakhir, organisasinya sudah mulai ada penetapan staf khusus walau belum secara resmi, tapi keberadaannya sangat membantu. Demikian juga dengan organisasi lainnya yang rata-rata belum memiliki staf khusus yang fokus dalam pendanaan dan masih melakukan pembuatan proposal yang dikerjakan dengan tim internal bersama.
Masing-masing saling membuka diri dan berbagi pengalamannya terkait sumber pendanaan. Kak Tazia juga memberikan instruksi kepada forum untuk melakukan kategori pendanaan dalam 2 tahun terakhir, mulai dari INGO, Bilateral, Public Fundraising, perusahaan, dan lainnya. “Dari sinilah yang menjadi patokan awal sebagai pengembangan strategi ke depan dan kita sebenarnya bisa melihat dari sini, ada dimana posisi kita dalam hal pendanaan ini. Misal, profit usaha apa yang bisa dilakukan untuk bisa meningkat.” ucap kak Tazia.
Kak Tazia juga memaparkan seberapa pentingnya kita sebagai organisasi mengetahui informasi lengkap terkait pemberi donor. “Jika diibaratkan seperti kita sedang mencari pacar. Pasti kita akan stalking dia kan? Sama dengan donor, kita bisa stalking mereka untuk mengetahui identitas mereka. Mereka itu sukanya apa, jadi kalau ngobrol sama mereka bisa nyambung.” tutur Kak Tazia.
Dalam forum ini para peserta juga memaparkan berbagai tantangan dan kesulitan mereka ketika menyusun proposal, mulai dari keterbatasan pendidikan dan pengalaman menulis yang belum dimiliki, banyaknya istilah asing yang belum diketahui, kemudian terkait persyaratan mulai dari harus organisasi yang bersertifikat hukum, memiliki rekomendasi dari kedutaan yang dirasa sulit, hingga merumuskan kalimat dengan logical framework yang tepat sasaran.
Sesi II: Strategi Mengakses Sumber Pendanaan Baru
Setelah mengetahui dan mengkategorikan proposal, sesi dilanjutkan dengan pembahasan mengenai cara pembuatan proposal dan tips penyusunan. “Kita butuh strategi, biasanya dari strategi kelembagaan dan diturunkan ke strategi project.” tutur Kak Tazia.
Tidak menggunakan bahasa berbelit dan istilah asing juga menjadi catatan pembuatan proposal yang baik. “Bukan mengajak menulis pendek, tapi penting bagi kita untuk membuat proposal yang straight to the point, mengemasnya menjadi lebih menarik. Jadi bukan tergantung jumlah halamannya.” lanjut Kak Tazia.
Penyusunan proposal baik untuk bisa mengakses sumber pendanaan baru dapat disusun melalui kolaborasi internal yang baik. “Mencari banyak referensi project serupa dari negara lain. Kemudian mengetahui kekuatan dari organisasi serta dapat menuliskannya dengan bahasa yang nyaman atau menggunakan pointers.”
Sesi Kerja Kelompok dan Presentasi
Peserta tidak hanya diberikan informasi dan wawasan mengenai strategi dan cara penulisan, namun juga membuat contoh proposal per kelompok. Para peserta dikelompokkan menjadi 5 cluster dengan isu pembahasan yang spesifik dalam masing-masing kelompoknya. Sesi diskusi bersama kelompok berjalan interaktif selama kurang lebih 1,5 jam.
Beberapa hal menarik tertangkap dalam diskusi kelompok ini misalnya, kelompok perempuan rentan, membawa isu tentang kurangnya kapasitas perempuan miskin, marginal, rentan dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipatif dan responsif. Memberikan penawaran solusi untuk peningkatan akses pendidikan dan ekonomi. Adapun kelompok aksesibilitas yang fokus pada data kependudukan yang belum sepenuhnya dimiliki oleh teman disabilitas.
“Saat pemilu kerap kali data ragam disabilitas kami tidak sesuai dan masih lekatnya stigma masyarakat mengenai disabilitas yang menjadi pemimpin. Kami merasa masih belum timbulnya kesempatan dan kepercayaan yang setara.” tutur salah satu anggota kelompok.
Presentasi berjalan dengan interaktif dan kritis, semua bergantian saling tanggap dan berpendapat terkait proposal yang sudah coba dituangkan dan dipresentasikan. “Penulisan proposal tadi kita sudah bahas mungkin memang sulit, tapi jika bisa berpikir lebih terstruktur, itu akan lebih bisa membantu dalam melihat opportunity proposal dan bisa melihat kerjasama.” kata Kak Tazia.
Kak Tazia juga menyampaikan harapannya, semoga melalui agenda ini bisa menambah semangat untuk apply ke berbagai kesempatan yang lebih besar dan ia menyatakan keterbukaannya untuk siap dihubungi jika ada opportunity yang bisa dikolaborasikan bersama.
Kegiatan ini juga turut diapresiasi peserta salah satunya oleh Pak Anton Jawamara, dari Pulau Sumba “Tentunya perjalanan ke sini cukup menyenangkan bisa tiba di Jakarta lagi, bertemu dengan banyak kawan baru dan bisa saling berbagi pengalaman masing-masing.” tuturnya.
Hal serupa juga disampaikan Siti dari Gerkatin Kepemudaan Pusat ia merasa sangat terbantu jadi lebih bisa membuka wawasannya terkait pembuatan proposal. “Kami sangat senang bisa mendapatkan undangan ini, sangat bermanfaat, karena jujur aku jadi tau kalau ternyata dalam membuat proposal itu membutuhkan mentor. Apalagi kami, teman tuli memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik.” katanya.