Jejak Peristiwa 65 di Gua Jomblang

Cover_Jejak Peristiwa 65 di Gua Jomblang

Hampir dua tahun lalu, pada 14 – 18 Agustus 2015, saya melakukan perjalanan singkat ke Yogyakarta untuk menelusuri keindahan alam di provinsi tersebut. Tadinya hanya ingin berwisata saja, tidak ada niat khusus untuk merayakan hari kemerdekaan dengan mengibarkan bendera atau kegiatan simbolis lain di suatu tempat di Jogja. Namun, sayang juga jika momen ulang tahun negeri ini tidak dirayakan dengan petualangan.

Jadilah saya berangkat sendiri ke Goa Jomblang dengan motor dari pusat kota Jogja. Tahun 2014 lalu, terdapat upacara bendera di dalam Goa Jomblang yang dihadiri para pecinta alam seluruh Indonesia untuk merayakan hari kemerdekaan, jadi siapa tahu tahun ini ada kegiatan yang sama.

Rute perjalanan saya pada tanggal tersebut sebenarnya tidak hanya Goa Jomblang. Saya juga mengunjungi Kebun Buah Mangunan, Air Terjun Sri Gethuk, dan Pantai Parang Tritis. Tidak saya sangka saat melakukan perjalanan dari Air Terjun Sri Gethuk ke Goa Jomblang, saya melewati rute gerilya Jendral Sudirman yang dulu dilewati oleh beliau dan kelompok tentara kecilnya selama tujuh bulan dengan jarak sekitar 100 km. Jalurnya berbukit, berkelok, dan kadang dilengkapi jalan rusak berbatu.

Sesampainya di Goa Jomblang, ternyata daerah ini sudah tidak lagi seterbuka dulu di mana setiap pecinta alam dapat mengunjunginya tanpa segan. Tak ada peringatan hari kemerdekaan se-spesial tahun lalu, dan kini komersialisasi Goa Jomblang sudah cukup gencar dan dikuasai oleh satu agen, yang kemudian saya datangi untuk mengantar saya ke dalam goa. Dengan sedikit negosiasi harga, saya berhasil sampai di dalam Goa Jomblang bersama wisatawan lainnya.

Goa Jomblang merupakan goa vertikal yang berhubungan dengan Goa Grubug. Tempat di mana wisatawan dapat menikmati cahaya ‘surga’ yang masuk ke dalam gua dapat disaksikan di Goa Grubug, dihubungkan dengan jalur gelap, becek dan berbatu sepanjang 60 m. Merupakan pengalaman luar biasa menyaksikan cahaya yang masuk dari atas ke dalam gua, tapi ketika guide saya bercerita secara pribadi pada saya, ada rasa takut dan sedih yang menyelubung.

Pada masa penumpasan ‘anggota’ PKI pada tahun 1965 dulu, ternyata gua ini menjadi jurang maut bagi mereka yang dianggap anggota PKI. ‘Anggota’ PKI dijejerkan di bibir gua dengan tangan saling terikat satu sama lain di saat tentara mulai menembaki satu per satu anggota yang sudah berjajar hingga semuanya jatuh ke dalam gua. Saat itu juga, saya berdoa bagi mereka yang direnggut hak hidupnya oleh tentara.

Tidak terlalu jelas mana lokasi yang tepat saat pembunuhan massal terjadi. Guide saya berkata bahwa Goa Grubug menjadi lokasi penembakan, namun salah satu situs wisata mengatakan hal tersebut terjadi di Goa Jomblang pada tahun 1970 – 1980. Tapi menurut saya, sepertinya kedua gua tersebut menjadi saksi bisu peristiwa pelanggaran HAM yang pernah menodai sejarah Indonesia.

Peringatan kemerdekaan negeri ini tak disangka menambah wawasan sejarah saya meski sedikit dan membuat saya merenung pada kelamnya sejarah Indonesia. Peristiwa tahun 1965 sampai sekarang belum selesai, tidak jelas siapa yang salah, dan pelajaran sejarah di sekolah justru membohongi siswanya dengan menceritakan kisah fiktif berjudul G30S/PKI. Meski pikiran saya terlalu berlebihan, namun dengan momen kemerdekaan dan renungan yang saya dapat di perjalanan singkat saya di Jogja, saya yakin saya memperjuangkan hal yang benar.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lain

Skip to content