Di era digital ini, semua orang bisa melakukan aksi-aksi perubahan dengan cara yang relatif lebih mudah. Cukup berbekal jemari dan koneksi internet, lalu beberapa klik pada mouse atau smartphone sambil minum kopi, maka kita bisa berpartisipasi dalam aktivisme lewat petisi online. Petisi sendiri adalah sebuah surat resmi yang berisi permohonan ataupun tuntutan kepada pemerintah. Petisi online hadir dengan potensi menggapai masyarakat dan penanda tangan petisi yang lebih banyak. Salah satu platform petisi yang populer adalah Change.org.
Platform petisi online seperti Change.org membuka peluang bagi siapa pun yang terhubung internet. Dari anak belasan tahun hingga ibu rumah tangga, dari masalah jalan rusak di depan rumah, penggusuran pedagang, perlindungan satwa, hingga masalah korupsi. Dalam menyampaikan petisi online, kita harus cermat menentukan tuntutan dan target yang ingin dipetisi. Orang-orang yang peduli dengan tuntutan yang kita buat bisa mendukung dengan cara menandatanganinya secara online dengan sistem yang sudah disediakan.
Salah satu contoh petisi yang sukses dan mencuri banyak perhatian adalah petisi yang digagas oleh Melanie Subono. Latar belakang dari petisi ini adalah candaan calon hakim agung M. Daming saat mengikuti seleksi di DPR yang menyebutkan bahwa yang memperkosa dan diperkosa sama- sama menikmati. Tidak terima dengan pernyataan Daming, Melanie langsung menyusun petisi mendesak DPR untuk tidak meloloskan Daming sebagai hakim agung. Akhirnya, dengan 11.018 tanda tangan yang masuk, tidak satu pun anggota Komisi III DPR RI yang mendukung Daming.