Latar Belakang
Sebagai daerah bekas jajahan Inggris, Hong Kong menjadi Daerah Administratif Khusus yang memiliki sistem pemerintahan yang berbeda dari China. Meski telah dikembalikan oleh Inggris kepada China, Hong Kong tetap memiliki otonomi yang tinggi, kecuali untuk urusan hubungan luar negeri dan pertahanan militer. Hong Kong memiliki sistem ekonomi kapitalis dan pemerintah Hong Kong menjamin kebebasan individu sampai setidaknya 50 tahun sejak penyerahan daerah ini pada China di tanggal 1 Juli 1997.
Kepala pemerintahan Hong Kong dipimpin oleh seorang Kepala Eksekutif yang dipilih oleh 1200 anggota Komite Pemilihan (Election Committee). Anggota Komite Pemilihan sendiri terdiri dari 4 sektor, dimana setiap sektor memiliki 300 anggota (sektor industri; sektor profesi; sektor buruh, layanan sosial, kepercayaan dan sektor lainnya; serta perwakilan Badan Legislatif, perwakilan Heung Yee Kuk, Deputi Hong Kong untuk National People’s Congress, dan perwakilan anggota National Committee of the Chinese People’s Political Consultative Conference (jikalau ada yang bisa menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia, terima kasih banyak). Jumlah Komite Pemilihan ini berubah-ubah dari tahun ke tahun, mulai dari 400 anggota pada tahun 2010 yang kemudian meningkat menjadi 800 di tahun 2011, hingga pada tahun 2012 dan seterusnya berjumlah 1200 anggota. Sejumlah anggota ini dinilai telah memenuhi kondisi demokrasi di Hong Kong karena 1200 orang ini berasal dari 38 latar belakang yang berbeda-beda.
Permasalahan datang pada 31 Agustus 2014 dimana National People’s Congress Standing Committee membuat aturan baru bagi pemilihan Badan Legislatif 2016 dan Kepala Eksekutif 2017. Pada pertemuan tersebut mereka memutuskan bahwa pemilihan Kepala Eksekutif dilakukan oleh 1200 anggota Komite Pemilihan dengan menominasi dua sampai tiga kandidat dimana setiap kandidat harus mendapatkan dukungan setidaknya 50% dari Komite. Setelah Komite Pemilihan menentukan satu Kepala Eksekutif terpilih, ‘orang terpilih’ ini harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat (Pemerintah China di Beijing). Meskipun sistem pemilihan Badan Legislatif tidak berubah, namun pernyataan Standing Committee mengenai pemilihan Kepala Eksekutif yang baru ini cukup membuat pergolakan di Hongkong dalam 79 hari ke depan.
Occupy Central X Umbrella Movement X Umbrella Revolution
Dalam beberapa bahan bacaan, seorang warga New York bernama Adam Cotton menamakan gerakan menentang keputusan Standing Committee di Hong Kong “Umbrella Revolution”. Tidak hanya Wikipedia, namun beberapa sumber bacaan lain. Tapi siapa sebenarnya Adam Cotton dan apa akun Twitternya saya tidak berhasil menemukannya. Yang jelas, sebagian besar aktivis yang terlibat dalam demonstrasi ini tidak setuju dengan penamaan Umbrella Revolution yang dekat dengan aksi kekerasan dan takut akan pandangan otoritas China terhadap kata revolusi (?). Mereka beralasan bahwa gerakan yang mereka usung tidak meminta perubahan yang sangat besar seperti perubahan struktur negara, tapi hanya meminta pemilihan Kepala Eksekutif yang bebas dan adil tanpa keterlibatan pemerintah China pusat. Dikarenakan alasan tersebut maka nama alternatif Umbrella Movement dipakai. Occupy Central sendiri merupakan strategi dari gerakan ini (meski sebuah organisasi bernama Occupy Central with Love and Peace yang sudah ada sejak 2013 ikut serta dalam gerakan ini) yang dilakukan dengan mendatangi (dan memenuhi) jalan-jalan di Central Government Complex (Kawasan Kantor Pemerintah Pusat). Dikarenakan kerusuhan yang terjadi pada tanggal 26 September 2014 di kawasan ini, dimana 78 orang ditahan oleh polisi, para pemrotes justru berlipat ganda dan memencar di beberapa titik di Hongkong: Causeway Bay, Mong Kok, Wan Cai, dan Tsim Sha Tsui.
Siapa Saja yang Terlibat?
Jika kita mengatakan bahwa Umbrella Movement diinisiasi oleh anak muda (serta dilaksanakan oleh anak muda), maka pernyataan tersebut tidak ada salahnya. Sejumlah mahasiswa di beberapa universitas di Hong Kong melaksanakan boikot kelas sejak keputusan Standing Committee diumumkan. Beberapa taktik dilakukan untuk menunjukkan ketidaksetujuan mahasiswa terhadap keputusan pemilihan Kepala Eksekutif yang baru tersebut; tidak masuk kelas, menggantung spanduk, menempel poster, membentuk forum diskusi, sampai merencanakan aksi demonstrasi. Aksi-aksi tersebut dilakukan pertama kali oleh kelompok anak muda yang menamakan diri mereka Scholarism (dibentuk pada 29 Mei 2011 dengan aksi pertama menentang peraturan pemerintah mengenai edukasi moral dan nasional tahun 2012) dan bekerjasama dengan HKFS (Hong Kong Federation of Students), sebuah organisasi pro demokrasi yang didirikan oleh mahasiswa Hong Kong pada Mei 1958. Organisasi lain mulai bergabung dalam Umbrella Movement beberapa hari setelah bentrokan pertama pada 26 September 2016, yaitu OCLP (Occupy Central with Love and Peace) yang mulai bergabung dalam aksi pada 1 Oktober 2014 (meskipun organisasi yang didirikan pada 27 maret 2013 ini sudah memiliki visi untuk memantau jalannya demokrasi dalam pemilihan Kepala Eksekutif sejak didirikan). Organisasi-organisasi lain yang juga biasa terlihat identitasnya dalam aksi Occupy Central adalah Civil Human Rights Front, Civic Party, Democratic Party, Hong Kong Association for Democracy and People’s Livelihood, Labour Party, League of Social Democrats, People Power, Civic Passion, dan Valiant Frontier.
Jalannya Aksi
Pada pukul 22.30 tanggal 26 September 2014 waktu Hong Kong, sejumlah pemrotes (kurang lebih seratus orang) yang dipimpin oleh Joshua Wong berkumpul di Civic Square (daerah yang dekat dengan perkantoran pemerintah pusat) dan mulai menduduki Tim Mei Avenue hingga lalu lintas tidak dapat dilalui. Akibat terhambatnya lalu lintas ini, polisi mulai mengusir para demonstran, namun masih banyak orang yang tetap bertahan di jalan. Sekitar pukul 01.20 tanggal 27 September 2014, polisi mulai menggunakan pepper spray untuk mengusir demonstran. 13 orang ditahan polisi, termasuk Joshua Wong, karena tidak mau pindah dari tempat demonstrasi. Aksi polisi ini justru mengundang bertambahnya para demonstran berkumpul di Tim Mei Avenue. Penangkapan para demonstran terus berlanjut hingga pukul 13.30 dengan jumlah orang yang diamankan sebanyak 78 demonstran (rata-rata kemudian dilepaskan setelah 30-40 jam ditahan).
Ketika kekerasan yang dilakukan polisi sudah semakin menjadi, kelompok OCLP yang berencana ikut bergabung dalam aksi pada 1 Oktober 2014 memajukan keikutsertaannya dalam aksi pada 28 September 2014 dengan mendatangi Tim Mei Avenue. Jumlah demonstran semakin bertambah dari pagi hingga sore hari yang mengakibatkan jumlah polisi dan demonstran dinilai tidak seimbang. Pukul 18.00 polisi mulai melemparkan gas air mata untuk mengusir para demonstran, yang lagi-lagi justru mengundang banyak warga ikut dalam aksi menentang pemerintah (meskipun banyak di antaranya awalnya hanya karena merasa emosi atas perlakuan polisi terhadap para demonstran). Perlakuan polisi yang semena-mena ini membuat para demonstran berpencar dalam menduduki jalan raya yang merupakan akses menuju kawasan Kantor Pemerintahan. Total demonstran diperkirakan berjumlah lebih dari 100.000 orang. Para demonstran membawa payung untuk menangkal serangan gas air mata dan pepper spray dari polisi, dari sinilah kata “Umbrella” dalam “Umbrella Movement” berasal.
Pada tanggal 1 Oktober, saat perayaan Hari Nasional, para demonstran menghadiri upacara bendera yang diadakan di Golden Bauhinia Square. Namun, bukannya memberikan hormat pada bendera, para demonstran justru membelakangi bendera sebagai bentuk protes. Di awal bulan Oktober ini juga terjadi aksi kekerasan yang menimpa para demonstran pro Occupy Central, tepatnya pada 3 Oktober 2014 di Mong Kok dan Causeway Bay. Tempat bernaung para demonstran (tenda) dan barikade yang telah dibangun dirusak oleh kelompok anti-Occupy yang diindikasi merupakan inisiasi pihak pemerintah dan juga para pelaku bisnis di kedua titik tersebut.
Aksi menduduki jalan utama, aksi kekerasan yang dilakukan polisi, dan aksi penggusuran para demonstran terus berlanjut hingga total 79 hari. Apa yang terjadi selama 79 hari tersebut dapat ditemui di berbagai sumber bacaan, namun untuk merangkum kisah tersebut, linimasa Umbrella Movement bisa dilihat pada tautan berikut ini:
http://www.rfa.org/english/multimedia/timeline/UmbrellaTimeline.html
Taktik yang Dipakai
Berdasarkan buku Beautiful Trouble, taktik yang dilakukan dalam Umbrella Movement adalah: (1) Artistic Vigil, (2) Banner Hang, (3) Blockade, (4) Direct Action, dan (5) Occupation. Untuk membandingkan taktik yang dipakai dalam Umbrella Movement dan contoh taktik di buku Beautiful Trouble, bisa dibaca di buku yang sudah dilampirkan, dan mendengar presentasi pada 4 April 2016
The Drama
Seperti yang terjadi juga dalam gerakan-gerakan yang ada di Indonesia (sebut saja gerakan kesetaraan perempuan, gerakan hak asasi manusia, dan gerakan lingkungan), Umbrella Movement tidak lepas dari ketidak-cocokan pandangan antara satu organisasi dengan organisasi lain yang terlibat dalam gerakan ini. Hal ini bisa dilihat dari berbedanya tanggal aksi yang ditetapkan organisasi yang terlibat. Di saat kelompok OCLP merencanakan pelaksanaan demonstrasi dimulai pada 1 Oktober 2014, kelompok pelajar menilai aksi harus dilakukan secepatnya (lebih tepatnya pada 26 September 2014). OCLP pun tidak bersedia disebut sebagai organisasi penggagas demonstrasi meski Occupy Central menjadi sebutan bagi strategi yang dijalankan oleh para aktivis Umbrella Movement.
Setelah kejadian benturan antara demonstran dengan polisi yang menimbulkan banyak korban di Mong Kok dan Causeway Bay, Benny Tai sebagai perwakilan dari OCLP, Lester Shum dari HKFS, dan Agnes Chow dari Scholarism menyarankan pada demonstran yang ada di Mong Kok untuk kembali ke Admiralty (nama daerah tempat perkantoran pemerintah pusat). Namun, saran mereka tidak diindahkan dan para demonstran tetap menduduki Mong Kok.
Sementara kelompok pelajar dan juga NGO liberal menyatakan untuk melaksanakan aksi damai tanpa kekerasan, kelompok Civic Passion menginginkan aksi yang lebih radikal dengan mengusung konfrontasi langsung dengan polisi. Kelompok Civic Passion menilai kelompok pelajar “tidak berguna”. Ketika akhirnya aksi radikal ini dilakukan oleh kelompok Civic Passion dengan menghancurkan kaca gedung Badan Legislatif dan pelaku ditangkap oleh polisi, tim bantuan hukum para demonstran pro-moderat demonstrasi menolak untuk membantu membebaskan pelaku pemecah kaca tersebut.