Hari ini Novel Baswedan kembali ke Indonesia setelah sepuluh bulan menjalani pengobatan mata di Singapura akibat disiram air keras. Saat itu ia sedang menangani kasus dugaan mega korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,4 triliun. Sudah mendekati satu tahun kasus ini belum juga terang. Tim Gabungan Pencari Fakta yang diharapkan dapat menyelidiki kejanggalan kasus ini pun belum dibentuk.
Selama menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel memang kerap menangani kasus-kasus besar. Termasuk menyelidiki dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas (Korlantas) dan kasus suap kepala daerah Buol sebagai ganti izin perusahaan untuk merusak 4.500 hektar hutan lokal.
Melihat kasus Novel, kita menemui lagi contoh sulitnya menjadi pengungkap kebenaran. Dengan berbagai cara usaha-usaha membongkar ketidakadilan dan korupsi dihabisi agar tidak tampak di muka publik dan pelaku dapat lolos dari jeratan hukum. Dalam catatan Historia, setidaknya ada empat penegak hukum yang dicelakakan karena memberantas korupsi.
Pertama, jaksa agung pertama Republik Indonesia Gatot Tarunamihardja. Selama menjabat sebagai jaksa agung, Gatot berusaha untuk membongkar kasus penyelundupan dan barter di Teluk Sinabung, Sumatera Utara yang melibatkan tentara. Karena usahanya tersebut, ia pernah ditangkap. Tak hanya itu, Gatot juga mengalami percobaan pembunuhan oleh tentara dengan cara ditabrak sehingga kakinya buntung.
Ada pula Sukarton Marmosudjono, jaksa agung pada masa Soeharto yang meninggal mendadak setelah melakukan terobosan baru dalam penegakan hukum. Ia menayangkan wajah koruptor di televisi (TVRI) melalui program Dunia Dalam Berita. Usaha itu dilakukannya agar masyarakat dapat mengetahui pelaku korupsi dan menjadi sanksi moral.
Ketiga, mantan menteri kehakiman dan jaksa agung semasa pemerintahan Gus Dur Baharudin Lopa. Ia pernah menyeret pengusaha bernama Tony Gozal yang diduga memanipulasi dana reboisasi. Waktu itu, Tony dikenal dekat dengan pejabat negara sehingga sulit dihukum. Lopa meninggal mendadak beberapa saat setelah berusaha mengungkap kasus-kasus korupsi besar.
Terakhir, ada Syafiuddin Kartasasmita, seorang hakim agung yang meninggal ditembak empat orang tak dikenal setelah menyeret Tommy Soeharto (Hutomo Mandala Putera) ke penjara atas kasus tukar guling PT Goro Batara Sakti dan Bulog. Pelaku penembakan Syafiuddin mengaku bahwa mereka disuruh oleh Tommy.
Ancaman-ancaman semacam itu juga dialami oleh Novel Baswedan. Dalam hitungannya, sudah enam kali ia menghadapi ancaman dan serangan ketika bekerja untuk KPK. Tahun 2011 Novel pernah ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor menuju ke rumahnya. Ia merasa janggal karena itu terjadi tidak hanya sekali, namun beberapa kali di hari yang berbeda.
Tentu saja kita tidak ingin kasus Novel tidak terungkap. Pemerintah harus segera membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) untuk menuntaskan kasus ini. Jika teman-teman ingin mendukung penuntasan kasus Novel Baswedan, kalian bisa klik di sini change.org/novelkembali.