Akhir tahun lalu ada yang masih ingat ada berita heboh apa? Bukan, bukan soal ramalan tahun baru tikus emas. Ini berita tentang penangkapan dugaan pelaku penyiraman air keras Novel Baswedan. Wow, akhirnya setelah menunggu dua tahun lebih kejelasan dan penyelesaian kasus ini, pihak kepolisian berhasil menemukan dua tersangka penyerangan terhadap Novel. Keduanya adalah anggota Polri yang statusnya masih aktif. Pertama adalah anggota Satuan Bantuan Pasukan Gegana Korps Brimob dengan pangkat Brigadir berinisial RM. Kedua adalah pria berinisial RB yang merupakan anggota Pelopor Brimob berpangkat Brigadir Kepala. Dalam kasus ini RM diduga berperan menyiramkan air keras, sementara RB yang mengantar RM ke rumah Novel. Eh, tapi banyak orang yang mengatakan jika penangkapan tersangka penyiraman air keras ini dipenuhi kejanggalan. Sudah tahu belum sih, apa saja kejanggalan di penangkapan tersangka kasus penyerangan Novel tersebut? Yuk, simak di bawah ini.
Nah, jika berdasarkan timeline kasus Novel nih, waktu penangkapan tersangka ini agak aneh. Tahu gak kenapa? Jadi, pada 23 Desember 2019 pihak kepolisian sudah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke-3 dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) ke-10 yang isinya menyatakan jika pihak kepolisian mengaku kesulitan untuk menemukan dan mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel. Bahkan kasus yang sudah memasuki tahap penyidikan ini belum juga menemukan dua tersangka penyerangan tersebut. Eits, tapi tiba-tiba pada 26 Desember 2019, tepatnya di malam hari, kepolisian membuat geger seluruh masyarakat dengan mengatakan jika pelaku penyerangan berhasil ditangkap.
Pihak kepolisian seolah pandai bermain sulap. Dengan sekali merapal mantra, pihak kepolisian berhasil menemukan dua tersangka kasus penyerangan terhadap Novel. Artinya penangkapan tersangka Novel Baswedan hanya berselang empat hari setelah pernyataan pihak kepolisan yang mengaku kesulitan untuk menangkap tersangka. Hal ini jelas aneh, jika mengingat dua tahun lebih pihak kepolisian tergopoh-gopoh mencari tersangka. Namun, hanya berselang beberapa hari setelah mengakui kesulitan untuk menemukan tersangka, justru kepolisian berhasil menangkap tersangka kasus ini. Apa kepolisian kita punya kemampuan magis? Entahlah.
Sekarang beralih ke cara penetapan tersangka kasus penyerangan Novel nih. Ada dua versi penetapan tersangka kasus ini, pertama adalah kedua tersangka tersebut ditangkap dan kedua adalah para tersangka secara sadar menyerahkan diri kepada pihak kepolisian. Sehari setelah para tersangka muncul dan diungkap ke hadapan publik, IPW menyebutkan dalam rilis yang menyatakan apresiasi atas para pelaku penyerangan yang sukarela menyerahkan diri kepada pihak kepolisian. Eh, tapi kepolisian justru mengatakan hal yang berbeda. Di hari yang sama, Kabareskrim Polri menyatakan jika pihak kepolisian berperan dalam melakukan penangkapan terhadap kedua tersangka di Cimanggis, Depok.
Sebentar, tunggu dulu gengs, di hari yang berbeda tepatnya 31 Desember 2019 muncul kabar lain terkait para tersangka kasus Novel ini. Berdasarkan penuturan salah satu petugas kepolisian yang mengetahui pejalanan kasus ini mengatakan jika salah satu tersangka penyerangan Novel menyerahkan diri kepada pihak kepolisian pada 26 Desember 2019 tersebut. Hal ini terjadi setelah dirinya mengakui kepada kawannya di Brimob.
Bingung? Emang membingungkan sih. Keterangan soal cara kepolisian menetapkan tersangka saja berbeda-beda. Ini menunjukan inkonsistensi kepolisian dalam menjelaskan proses penyelesaian kasus Novel kepada masyarakat. Padahal masyarakat berhak tahu tentang kebenaran setiap proses penyelesaian kasus ini.
Hingga kini belum ada kejelasan mengenai apa motif para tersangka melakukan penyerangan terhadap Novel Baswedan. Ada beberapa versi mengenai motif penyerangan ini. Pertama adalah hasil pemeriksaan Tim Gabungan Pencari Fakta Polri yang mengatakan jika alasan Novel diserang adalah karena 6 kasus besar yang ditangani KPK. Enam kasus itu adalah kasus korupsi e-KTP, kasus Akil Mochtar; kasus Nurhadi; kasus Amran Batalipu dan kasus korupsi Wisma Atlet. Komnas HAM juga sepakat dengan dugaan ini, karena sangat tidak mungkin jika penyerangan ini hanya didasarkan pada dendam pribadi.
Sementara di lain pihak, RM salah satu tersangka sempat berteriak dan menyebut Novel sebagai pengkhianat. Menurut Haris Azhar, label ‘pengkhianat’ sering dilontarkan tersangka kepada korban yang merupakan musuh negara. Dia mencontohkan Pollycarpus tersangka kasus pembunuhan Munir yang juga mengatakan jika Munir seorang pengkhianat. Sehingga kuat dugaan jika kasus Novel merupakan kasus yang melibatkan petinggi negara.
Tetapi jika mendengar keterangan Novel, menurutnya dugaan paling kuat disebabkan karena Buku Merah. Buku Merah sempat mencatat dugaan korupsi impor daging sapi yang uangnya juga mengalir ke petinggi pejabat kepolisian.
Tuh, bingung kan? Tapi nih yang penting untuk digarisbawahi adalah Novel Baswedan diserang karena berusaha membuktikan adanya kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan banyak pihak. Pihak-pihak ini berasal dari kalangan pejabat, politisi, aparat penegak hukum, dan orang-orang yang memiliki kekuasaan besar lainnya.
Sketsa Wajah Pelaku Penyerangan
Salah satu pelaku penyerangan yakni RB sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan sketsa wajah yang sempat dirilis Polri beberapa waktu silam. Namun, RB memiliki kemiripan dengan sketsa wajah yang pernah dirilis Tempo. Sketsa wajah yang dirilis Tempo didapatkan setelah mendengarkan sejumlah saksi yang mengetahui rentetan peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan. Sebenarnya sketsa wajah pelaku penyerangan Novel dirilis oleh Mabes Polri pada 31 Juli 2017 dan versi Polda Metro Jaya pada 24 November 2014. Mabes Polri hanya merilis satu sketsa wajah tersangka, sedangkan Polda Metro Jaya merilis dua sketsa wajah tersangka. Namun menurut kepolisian wajah tersangka tidak bisa disamakan dengan sketsa wajah yang pernah dirilis oleh pihak kepolisian, karena sketsa wajah dilukis hanya berdasarkan keterangan para saksi.
Kok gitu ya? Padahal memang sketsa wajah itu dibuat untuk memudahkan polisi menemukan tersangka dengan bantuan petunjuk dari masyarakat yang pernah melihat orang dengan wajah yang mirip. Kalau tidak bisa disamakan, jadi untuk apa dong sketsa wajah itu dibuat? Untuk formalitas atau justru sebagai legitimasi jika polisi selama ini sudah melakukan upaya yang keras?
Polisi Dianggap Tak Bisa Membuktikan Tindakan Tersangka
Terakhir, muncul kekhawatiran jika dua anggota polisi aktif yang menjadi tersangka bukanlah dalang utama dalam penyerangan Novel Baswedan. Koordinator KontraS, Yati Andriyani mempertanyakan mengenai keterkaitan antara pengakuan para tersangka dengan keterangan para saksi. Haris Azhar juga memberikan komentar senada, karena menurutnya informasi yang disampaikan oleh pihak kepolisian belum menunjukan adanya hubungan antara fakta dan keterangan dari saksi-saksi kasus ini.
Jangan sampai nih dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka hanya sekadar orang yang diumpankan untuk menutupi identitas pelaku sebenarnya. Karena, orang yang paling bertanggungjawab adalah orang yang memang memiliki niat jahat untuk menyerang Novel Baswedan dalam menjalankan tugasnya sebagai penyidik KPK.
Sumber :
https://nasional.tempo.co/read/1289174/lima-kejanggalan-penetapan-tersangka-penyerang-novel-baswedan