Sejarah Kata Waria
Kalian tahu gak, sejak kapan kata “waria” mulai digunakan di Indonesia? Ternyata kata ‘waria’ mulai digunakan sejak tahun 1978 di Indonesia. Awal mulanya adalah pendirian organsasi bernama Himpunan Wadam Djakarta (Hiwad) di tahun 1969. Pada saat itu, pendirian organisasi ini difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Wadam yang berarti “wanita Adam” digunakan sebagai istilah pengganti kata “banci” atau “bencong” yang dirasa bersifat menghina. Namun, muncul beberapa penolakan dari kelompok agama yang menilai bahwa istilah tersebut kurang patut karena menggunakan nama seorang nabi, yaitu Adam. Akhirnya, muncullah istilah “waria” singkatan dari “wanita pria,” menggantikan istilah sebelumnya.
Selain pendiriannya difasilitasi oleh gubernur, Hiwad juga mendapatkan banyak dukungan dari pemerintah melalui Departemen Sosial. Namun, pemberian bantuan ini masih dilakukan dalam kacamata yang melihat waria sebagai golongan yang kurang mampu atau cacat psikologis. Setelah Hiwad, organisasi sejenisnya pun mulai bermunculan di kota-kota selain Jakarta. Tujuan kerja organisasi ini adalah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa waria adalah kelompok yang memiliki fungsi dalam masyarakat. Melalui organisasi ini, waria diberi dukungan moral dan dibantu mendapatkan mata pencaharian.
Di Indonesia, kata ‘waria’ lumrah digunakan dan kerap disamakan dengan kata ‘transjender’. Tapi pemberian arti kata waria sudah sangat banyak didiskusikan, lho. Tom Boesllstorff, seorang profesor yang meneliti tentang waria di Indonesia, menjelaskan bahwa kata waria lebih bisa diterjemahkan sebagai “transvestite laki-laki” (male-transvestite). Namun, terjemahan ini pun belum bisa menjelaskan secara menyeluruh kompleksitas waria. Transvestite sendiri merujuk pada seorang lelaki heteroseksual yang gemar mengenakan pakaian perempuan untuk kenikmatan seksual.
Setelah melakukan penelitian di Indonesia, Boeslltorff menemukan bahwa pendefinisian kata waria di Indonesia bisa mencakup spektrum yang begitu kompleks. Pengertian kata waria tidak hanya dikaitkan dengan pemaknaan gender maupun seksualitas, tapi juga performativitas dan pekerjaan. Tidak hanya itu, sejak awal kemunculannya kata waria juga sudah mendapatkan intervensi negara melalui pendirian Hiwad.
KBBI mendefinisikan waria sebagai “wanita pria; pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita; pria yang mempunyai perasaan sebagai wanita; wadam”. Seperti yang sudah kita bahas di atas, definisi-definisi tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan terlahir dari lika-liku sejarah orang-orang yang terdefinisikan olehnya–orang-orang yang kita sebut sebagai waria. Dengan mempelajari etimologi waria, kita bisa belajar mengenai bagaimana waria menjadi waria dan membuat kita lebih bisa memahaminya dalam konteks sosial masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
Referensi:
Boellstorff, Tom, “Playing back the nation: Waria, Indonesian Transvestites,”Cultural Anthropology, vol. 19, no. 2, pp. 159-195, (2004).
USAID, “Hidup sebagai LGBT di ASIA: Laporan Nasional Indonesia,” 2013.
‘Waria’, KBBI: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/waria
Yulius, Hendri, “What does the Indonesian LGBT movement want?”Jakarta Post, 19 Februari 2020, diakses dari: https://www.thejakartapost.com/news/2016/02/19/what-does-indonesian-lgbt-moveme nt-want.html
Satu tanggapan untuk “[Banyak Tahu] Sejarah Kata Waria”
Keren bangettt