Jadi, kemarin aku habis nonton film dokumenter yang menceritakan tentang protes pelajar yang terjadi di Brazil berjudul Espero tua (Re)volta atau Your Turn di Bahasa Inggris. Berhubung di Indonesia lagi berkembang diskusi tentang apakah pelajar sebaiknya ikut demonstrasi atau enggak, aku cerita dikit deh tentang film ini.
Di sini, aku meyakini kalau pelajar punya hak yang sama besarnya untuk melakukan protes melalui demonstrasi. Pelajar atau anak-anak muda yang masih menempuh pendidikan di tingkat sekolah menengah seringkali dilihat sebagai kelompok yang belum memiliki agensi otonom. Padahal, pelajar pun punya kesadaran dan keresahan terhadap isu-isu yang menyangkut kehidupan mereka saat ini maupun masa depan.
Anw, aku langsung bahas tentang filmnya aja ya.
Jadi, film dokumenter ini menampilkan perjalanan panjang para pelajar di Brazil menuntut keadilan. Awalnya para pelajar SMA memulai protes di tahun 2013, saat pemerintah Brazil hendak melakukan reorganisasi sekolah. Kebijakan ini akan berdampak pada banyaknya sekolah publik (istilahnya sekolah negeri kalau di sini) yang terpaksa harus ditutup akibat reorganisasi wilayah di sekitar sekolah. Ini artinya pelajar dari keluarga miskin akan kehilangan tempat belajar. Tentu saja orang tua mereka tidak sanggup membayar sekolah swasta, gaji mereka saja di bawah UMR dan tidak sanggup memenuhi kebutuhan dasar.
Lalu, apa yang mereka lakukan? Awalnya mereka memulai dengan demonstrasi biasa, berkumpul dan berjalan menuju arah kantor kementerian pendidikan. Tapi, tuntutan mereka tidak kunjung didengarkan yang membuat pelajar mengorganisir diri dan merencanakan taktik baru.
Hak yang ingin diambil oleh pemerintah dari mereka adalah hak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah. Maka, metode yang kemudian mereka lakukan adalah okupasi sekolah masing-masing. Mereka hendak menunjukkan bahwa akses ke gedung sekolah dan melakukan aktivitas di dalamnya adalah sepenuhnya hak mereka. Para pelajar tinggal dan menetap di sekolah mereka masing-masing hingga beberapa minggu. Di dalam, mereka melakukan berbagai aktivitas seperti menari, bernyanyi, dan berdiskusi. Mereka juga menerapkan pembagian tugas, seperti piket makan dan kebersihan kelas. Sembari melakukan protes, para pelajar ini pun melakukan diskusi dan evaluasi mengenai seksisme dan rasisme yang masih kuat di antara mereka. Setelah berdiskusi, mereka mulai melawan budaya seksis yang terkadang masing dibiarkan seperti memberi tugas memasak di dapur hanya untuk perempuan, atau menghina sesama teman mereka yang memiliki rambut keriting.
Film ini menunjukkan kilas-kilas balik dari beberapa aksi demonstrasi besar yang terjadi sejak 2013 sampai 2019. Sebagai bocoran, akhirnya para pelajar berhasil menggagalkan rencana reorganisasi sekolah. Tapi aksi mereka tidak berhenti di sana. Setelah itu, para pelajar ini masih terus aktif melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin.
Di dalam film ini, kamu akan menemukan banyak kesamaan sekaligus perbedaan kondisi antara Brazil dan Indonesia. Brutalitas aparat kepolisian tentu saja sama-sama ada. Seringkali, polisi menggunakan metode kekerasan yang sangat berlebihan saat berhadapan dengan para pelajar yang hanya membawa spanduk dan bangku kelas. Persamaan berikutnya, mungkin bisa dibilang pemerintahnya sama-sama memilih kebijakan yang mendukung investasi dan pembangunan yang hanya menguntungkan kelas atas saja.
Tapi, perbedaannya tidak kalah penting. Di sana, para pelajar memiliki partai dan serikat dari tingkat sekolah hingga nasional. Anak muda sudah mulai mengorganisir diri bahkan sejak tingkat SMA. Di Indonesia, kita mungkin cuma punya OSIS dan tugasnya sebatas melakukan aktivitas dan kegiatan ekstra sekolah saja. Di Brazil, pelajar bebas memilih untuk masuk ke partai mana pun. Partai-partai ini bisa dan bebas untuk secara gamblang menunjukkan afiliasi ideologi mereka dari yang paling kanan, tengah, sampai mentok kiri.
Daripada tulisan rekomendasi ini berujung menjadi spoilers saja, aku mendorong kalian semua untuk tonton filmnya langsung. Kemarin sih, aku bisa akses filmnya secara gratis di mubi.com dengan cara mendaftar pakai email kampus).
Daripada tulisan rekomendasi ini berujung menjadi spoilers saja, aku mendorong kalian semua untuk tonton filmnya langsung. Kemarin sih, aku bisa akses filmnya secara gratis di mubi.com dengan cara mendaftar pakai email kampus.