Diolah dari ilustrasi alphavector/Canva
Artikel oleh: Neka Rusyda Supriatna
“Ah, millennials tuh apa-apa healing, kerja sebentar udah mau healing.”
“Duh boomers, masa update Instagram story aja gak bisa, sih.”
Mungkin kamu sering mendengar kata-kata seperti itu. Beradu pandangan saling membanggakan generasinya dan menjelek-jelekan generasi lainnya. Tapi, apakah memang seharusnya seperti itu?
***
Aku baru saja lulus dari perguruan tinggi sekitar dua bulan lalu, tanpa menunggu terlalu lama aku akhirnya diterima bekerja di sebuah media. Hari ini aku mendapat tugas untuk membuat sebuah berita karena beberapa hari lagi ada perayaan 16 HAKtP (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan). Seperti biasa jika ada hari besar atau perayaan, media harus menjadi garda terdepan untuk memberikan informasi. Tentu sudah sepatutnya berita yang diulas adalah data dan fakta terpercaya, bukan hanya hoax belaka.
Untuk mencari sebuah data dan fakta, salah satu bahan referensiku kali ini adalah sebuah booklet berjudul “Data dan Fakta Kekerasan Seksual di Indonesia 2021” milik sebuah lembaga bernama IJRS. Bisa dibilang booklet ini tidak terlalu tebal, mudah dipahami juga untuk orang awam sepertiku karena banyak sekali ilustrasi di dalamnya. Dalam riset tersebut dikatakan bahwa 72,1% korban kekerasan seksual adalah anak muda dan anak-anak berusia 6-18 tahun. Fakta ini sungguh miris!
Selain itu, ada informasi menarik yang baru aku ketahui di dalam booklet ini. Ada istilah 5D’s Bystander Intervention. Sepertinya aku pernah mendengar sekilas ulasan ini di Instagram Mbak Nana (Najwa Shihab) bersama dengan USS Her. Ternyata aku mendapatkan penjelasan lebih lengkap dalam booklet milik IJRS ini. Ada 5 cara yang dapat kita lakukan ketika kita melihat pelecehan seksual terjadi di depan kita, yaitu:
- Direct (merespon/menegur langsung)
- Distract (melakukan distraksi atau interupsi ke pelaku)
- Delay (menenangkan korban)
- Document (merekam atau mendokumentasikan kejadian)
- Delegate (meminta bantuan pada pihak ketiga)
Selesai membaca booklet ini aku mendapat ide. Selain membuat sebuah liputan berita, aku ingin membuat sebuah infografis tentang fakta dan data kekerasan seksual. Infografis ini nantinya akan menjadi pelengkap dari liputan beritaku. Aku berencana menghubungi Bu Sarah (tokoh fiktif belaka), pemimpin redaksi di kantorku, untuk meminta persetujuan beliau atas ide membuat infografis. Semua liputan berita beserta ide-ide terkait visual, harus atas persetujuan beliau.
Ku kirimkan pesan WhatsApp kepada Bu Sarah.
“Selamat siang, Bu Sarah. Saya ingin mengajukan ide untuk liputan kegiatan 16 HAKtP nanti. Rencananya selain membuat liputan berita, saya juga ingin membuat infografis. Kira-kira bagaimana pendapat, Ibu?”
Setelah 15 menit berlalu, pesanku baru dibalas.
“Gak usahlah pakai infografis begitu, buat apa? Yang penting itu data-data!”
Aku terkejut dan agak sedikit kecewa dengan respons dari Bu Sarah. Maklum, beliau ini boomers sehingga beliau tidak mengerti bahwa zaman sekarang infografis itu menjadi salah satu daya tarik supaya tulisan atau informasi yang kita sampaikan bisa dibaca oleh kalangan anak muda. Biasanya kan anak muda lebih menyukai melihat gambar atau ilustrasidibandingkan membaca teks saja.
Tekadku sudah bulat, aku akan tetap membuat infografis untuk liputan beritaku. Aku berencana bertemu langsung dengan Bu Sarah dan memberikan beliau referensi infografis itu seperti apa serta data traffic pengunjung portal berita yang menggunakan infografis. Semoga dengan cara ini Bu Sarah yang boomers itu bisa memahami urgensi pembuatan infografis ini.
Keesokan harinya aku memberanikan diri dan menyiapkan mental untuk masuk ke ruangan Bu Sarah. Jantungku berdegup kencang, rasanya mirip seperti memasuki ruangan sidang waktu sidang skripsi. Aku pun mengetuk pintu ruangan Bu sarah.
“Silahkan masuk!” Ucap Bu Sarah.
“Permisi, Bu. Saya ingin diskusi soal infografis kemarin, Bu. Saya ingin menunjukan beberapa referensi serta data, Bu.”
“Mana sini coba saya lihat!”
Aku mulai mempresentasikan berbagai macam bentuk infografis, tujuan infografis, serta menunjukan data traffic pengunjung portal berita kepada Bu Sarah. Wajah Bu Sarah yang tadinya terlihat agak “dingin” kini sudah berubah, ku lihat ada sedikit senyuman di wajahnya.
“Wah, bagus ya ini. Bisa ini dibuat ke dalam berita kita nanti. Nanti kamu banyakin data-data kekerasan seksualnya. Grafiknya nanti dibuat bentuk unik, misalnya bentuk siluet anak perempuan, atau semacamnya.”
“Iya betul, Bu. Wah idenya menarik, Bu.”
Aku cukup terkejut, Bu Sarah yang tadinya menolak mentah-mentah infografis ini malah memberikan masukan visual infografis. Tidak hanya itu, Bu Sarah juga memberikan masukan terkait warna infografisnya seperti apa, serta data apa yang perlu masuk ke infografis aku nanti.
“Nanti kalau infografis dan beritanya sudah rampung, saya bantu sebar nanti di grup supaya traffic kamu tinggi. Biar dapat bonus kamu.”
“Ya ampun, Bu Sarah. Terima kasih banyak, Bu,” jawabku terharu.
Betapa baiknya Bu Sarah ini. Aku tahu beliau mempunyai jaringan pertemanan yang luas. Sekali dia menyebarkan tautan berita, pasti banyak rekan-rekannya yang langsung merespon dan mengunjungi tautantersebut. Secara tidak langsung, pembuatan infografis ini menjadi kolaborasi pertamaku dengan Bu Sarah. Selama satu bulan aku bekerja, beliau sebagai pemimpin redaksi hanya mengoreksi tulisanku. Kini kami saling berdiskusi dan saling berkolaborasi menyusun pembuatan dan penyebarluasan sebuah infografis. Selesai diskusi, aku pamit untuk segera menuju ke meja kerjaku.
Ternyata bekerja sama dengan boomers tidak sesulit itu. Kita hanya perlu memberikan penjelasan secara rinci kepada mereka dengan bahasa yang sopan juga tentunya supaya mudah dimengerti. Kita sebagai millennials harus bisa menjadi jembatan untuk mendukung terjadinya sebuah kolaborasi lintas generasi. Baik millennials dan juga boomers harus bisa saling membuka hati dan pikiran untuk saling menerima masukan dan kelebihan dari masing-masing generasi. Contohnya seperti Bu Sarah, meskipun boomers, beliau mau menerima ide kreatifkudan memiliki kelebihan tersendiri, yaitu punya jaringan pertemanan yang luas.
Selesai diskusi dengan Bu Sarah, aku kembali ke meja kerjaku. Sebelum mulai membuat infografis dan berita, terpikir olehku untuk menuliskan cerita yang aku alami hari ini ke dalam blog pribadiku. Aku lanjut membuka laptopku, dan mulai ku ketikkan sebuah kalimat pembuka: “Kolaborasi Lintas Generasi”.
Referensi
- Najwa Shihab X USS Her: https://www.instagram.com/reel/CfTY1aCjDyV/?igshid=YmMyMTA2M2Y=
- Data dan Fakta Kekerasan Seksual di Indonesia 2021: https://ijrs.or.id/data-dan-fakta-kekerasan-seksual-di-indonesia-2021/
Tentang Penulis
Neka Rusyda Supriatna merupakan seorang pustakawan dan staf media komunikasi di salah satu NGO. Neka memiliki hobi menulis dan sudah mempublikasikan beberapa karyanya.