Walaupun kabut belum turun, cuaca di Batu, Malang sore itu sudah menjadi alasan kuat untuk merapatkan baju. Di tengah udara yang dingin, rumah ini mengajak kita menatap mundur pada sederet sejarah paling kelam yang tercatat dalam perjalanan Indonesia. Kasus Marsinah, Aceh, Talangsari, penculikan aktivis 1998, dan Kasus Timor-Timur tersimpan dalam bentuk data di Omah Munir.
Kemudian, di etalase kaca, sekumpulan pakaian, sepasang sepatu, serta KTP. Barang-barang pribadi milik pria yang meminjamkan namanya pada museum kecil ini: Munir Said Thalib. Omah Munir yang berarti ‘Rumah Munir’ belum genap setahun usianya sejak dibuka pada 8 Desember 2013. Tanggal yang sama dengan ulang tahun Munir. Munir yang, ketika pusat dokumentasi ini didirikan, sudah sembilan tahun (di)tiada(kan).