Lagi dan lagi tiada kata bosan untuk memperjuangkan pendidikan di Tanah Flobamora ini. Daerah-daerah yang ada di Negeri Ibu Pertiwi ini memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda. Terkhusus di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikenal dengan rendahnya tingkat pendidikan dibandingkan dengan kota-kota besar yang ada di Indonesia. Jauhnya kesenjangan antardaerah menjadi titik fokus yang utama dalam sukarnya pembangunan kualitas pendidikan.
Pendidikan adalah fondasi yang amat penting dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi NTT di Tahun 2013-2017 angka melek huruf di Tanah Flobamora ini secara general mengalami peningkatan. Keadaan ini memberikan seutas harapan bahwa semakin tinggi angka melek huruf artinya angka buta huruf akan semakin rendah. NTT pernah mencapai rata-rata nasional sebesar 95%, walaupun demikian angka fantastis tersebut masih belum menempati target SDG’s yaitu sebesar 100%. Tak lepas dari itu, rata-rata lama sekolah juga merupakan satu dari sekian indikator yang menggambarkan tingkat kualitas pendidikan suatu wilayah.
Pada artikel ini saya akan menyampaikan beberapa hambatan dalam revolusi wajah pendidikan yang ada di wilayah NTT.
Lalu, apa yang harus kita lakukan sebagai remaja dan pemuda yang pada nantinya akan membangun pendidikan di Indonesia? Haruskah kita menjadi tenaga pendidik untuk turut membangun pendidikan?
Apa Penyebab Dari Masalah Yang Tak Pernah Usai Ini?
Kualitas Infrastruktur
Beberapa orang mungkin melihat atap sekolah yang reyot bahkan sekolah yang tak layak dipakai di beberapa film layar lebar yang mengambil latar wilayah yang ada di NTT merupakan settingan belaka agar terlihat tragis, namun itulah realita tanah para leluhur ini. Hal ini telah menjadi gejala yang general bahkan selalu dibahas dalam pertemuan para pejabat pendidikan, dilansir dari data Kementerian Pendidikan, Nusa Tenggara Timur pernah menempati posisi pertama wilayah yang memiliki bangunan sekolah tak layak.
Tenaga Pendidik
Inovasi dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh para tenaga pendidik di Nusa Tenggara Timur, namun tantangan kian datang bertubi tubi. Hal yang paling utama adalah sukarnya teknologi dan dana yang dimiliki tenaga pendidik dalam upaya inovasi pembelajaran ini, perangkat elektronik dan terhambatnya jaringan di berbagai pelosok daerah yang ada di NTT adalah masalah yang sangat menyedihkan terlebih lagi saat pandemi yang merajai Indonesia pada saat ini serta hantaman peristiwa seroja yang datang secara tiba-tiba.
Tak sedikit guru di pelosok NTT yang harus pergi ke rumah masing-masing murid demi menuangkan berbagai ilmu yang bermanfaat, lain halnya di pusat kota yaitu Kota Kupang hampir semua sekolah menerapkan sistem E-learning. Terdengar sangat maju, bukan? Tapi tahukah kalian bahwa tak sedikit tenaga pendidik merasa E-learning ini menyulitkan mereka dalam penyampaian materi karena beberapa guru tidak paham tentang platform E-learning yang ada pada masa kini, sehingga para tenaga pendidik tidak memiliki persiapan sama sekali.
Remaja dan Pemuda Harus Bagaimana?
Sebagai generasi muda yang nantinya akan menjadi penggerak revolusi pendidikan di Indonesia, kita harus mempunyai pemikiran kritis yang kreatif dan positif. Karena dengan komposisi pemikiran kritis tersebut nantinya kita akan dengan mudah menciptakan suatu gagasan yang mendorong hadirnya berbagai inovasi kreatif dan tak tertinggal oleh teknologi yang semakin maju setiap waktunya. Apa harus menjadi tenaga pendidik untuk merubah semua ini? Tentu saja tidak, mengapa demikian saya berkata seperti itu, karena nyatanya saat ini sudah banyak sekali para pemuda yang mau untuk berkontribusi demi memajukan pendidikan di Nusa Tenggara Timur.
Menjadi penyedia sarana prasarana atau penunjang dalam keberlangsungan pendidikan adalah salah satu cara untuk ikut andil dalam revolusi wajah pendidikan di Flobamora ini, contohnya adalah mendirikan sebuah komunitas di platform media sosial seperti instagram yang fokus dalam membagikan informasi terkait apa saja yang pernah dan sedang terjadi pada pendidikan di Nusa Tenggara Timur, dan apa yang para tenaga pendidik serta murid butuhkan untuk menunjang jalannya kegiatan belajar mengajar.
Dengan hadirnya komunitas tersebut diharap para remaja serta pemuda dapat memperoleh wawasan baru tentang isu pendidikan yang ada di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur yang terkena dampak kesenjangan pendidikan dan memberikan tanggapan serta solusi atas isu pendidikan yang sedang dialami NTT dalam mewujudkan kembali tatanan pendidikan yang semakin maju.
Referensi:
BPS Provinsi NTT, 2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur, https://ntt.bps.go.id
Profil Singkat:
Saya Adinda Kupa seorang perempuan berusia 16 Tahun yang haus akan isu-isu anak, pendidikan, serta budaya khususnya di kampung halaman saya Nusa Tenggara Timur.