Pada tahun 2021, International Panel for Climate Change mengumumkan bahwa perubahan iklim dunia sudah memasuki fase code red.1 Hal ini berarti bahwa perubahan iklim sudah sangat parah bagi bumi dan kemanusiaan, serta tidak dapat lagi diubah menjadi seperti keadaan semula. Salah satu penyebab krisis iklim adalah gas rumah kaca akibat dari penumpukan berbagai macam sampah, seperti sampah plastik dan sampah organik, yang membusuk dan menghasilkan gas metana. Gas metana inilah yang menjadi penyebab suhu udara menjadi panas secara ekstrim.2
Perusahaan-perusahaan yang memproduksi dan/atau menggunakan bahan plastik kemudian dikritik sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Untuk menangkal kritik tersebut, mereka mempromosikan ide untuk mendaur ulang sampah plastik sebagai solusi dari permasalahan sampah plastik. Dari sinilah sejarah daur ulang dimulai.
Daur ulang yang membuang uang
Perusahaan yang memproduksi dan/atau menggunakan bahan plastik menyatakan bahwa daur ulang dapat menghemat penggunaan material baru yang setara dengan sekitar 1 juta ton karbon dioksida.3 Ide tersebut berhasil menutup kritik dan membuat konsumen berpikir bahwa konsumsi plastik tidak menjadi masalah karena dapat didaur ulang. Sehingga, perusahaan tetap memproduksi plastik baru secara massal dan mendapatkan keuntungan yang besar dengan biaya produksi yang murah untuk memenuhi permintaan pasar.
Namun, faktanya perusahaan-perusahaan ini tidak mendaur ulang sampah plastik yang diproduksinya.4 Proses mendaur ulang sampah plastik ternyata memerlukan biaya dan energi yang sangat besar akibat kerumitan prosesnya yang mencakupi mengumpulkan, memilah, memanaskan ulang, mengubah bentuk, dan seterusnya. Selain itu, seiring berjalannya waktu, nilai guna plastik juga akan terus menurun dan membuatnya tidak dapat didaur ulang.
Alih-alih mendaur ulang, kebanyakan perusahaan akhirnya menimbun, membakar, dan bahkan membuang sampah plastik ke lautan dan negara-negara miskin. Contohnya adalah Amerika yang telah mengirimkan 800 juta ton sampah plastik ke Meksiko, Malaysia, India, dan Vietnam pada tahun 2020.5 Parahnya, United States Environmental Protection Agency menunjukkan bahwa Amerika hanya mendaur ulang 69 juta ton sampah dari total 300 juta ton sampah pada tahun 2018, dan banyaknya sampah plastik yang didaur ulang adalah kurang dari 10 persen dari 69 juta ton sampah tersebut.6
Produksi massal dan konsumsi berkesadaran
Selain oleh perusahaan, daur ulang juga menjadi aksi iklim yang digemborkan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh perseorangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa daur ulang oleh perseorangan berkontribusi pada pengurangan jejak karbon, terlebih jika dilakukan oleh banyak orang. Namun, perlu ditekankan bahwa daur ulang sehari-hari bukanlah solusi yang begitu efektif karena hal tersebut tetap tidak mengurangi jumlah sampah. Pendaur ulangan skala rumah hanya memperpanjang umur sebuah sampah plastik tanpa menyentuh salah satu akar masalah dari krisis iklim sendiri, yakni produksi massal.
Jika membicarakan langkah individual, aksi iklim yang patut dilakukan untuk menanggapi produksi massal justru adalah konsumsi berkesadaran. Konsumsi berkesadaran dapat dimulai ketika hendak mengkonsumsi sesuatu harus benar-benar mempertimbangkan apakah konsumsi kita akan menghasilkan sampah. Selanjutnya, kita dapat memilih barang-barang yang dapat dipakai ulang sehingga akan mengurangi pembuangan sampah. Yang terakhir, upayakan agar sampah organik tidak bercampur dengan sampah yang tidak dapat didaur ulang dengan cara selalu mengompos sampah organik kita di rumah. Dengan melakukan konsumsi berkesadaran, kita dapat turut berkontribusi untuk mengurangi sampah plastik.
Pada akhirnya, daur ulang merupakan sebuah solusi yang baik secara teori. Namun, jika melihat fakta bahwa produksi sampah plastik sangatlah cepat, solusi daur ulang menjadi tidak efektif dan tidak lagi digunakan karena jumlah sampah plastik yang diproduksi akan selalu lebih banyak daripada yang dapat didaur ulang. Maka dari itu, solusi yang lebih baik untuk mengatasi krisis iklim dan permasalahan plastik adalah meregulasi produksi sampah plastik dan konsumsi berkesadaran.
1. “Secretary-General’s Statement on the IPCC Working Group 1 Report on the Physical Science Basis of the Sixth Assessment,” United Nations, 9 Agustus 2021, https://www.un.org/sg/en/content/secretary-generals-statement-the-ipcc-working-group-1-report-the-physical-science-basis-of-the-sixth-assessment.
2. “Methane Emissions are Driving Climate Change. Here’s How to Reduce Them,” United Nations Environment Programme, https://www.unep.org/news-and-stories/story/methane-emissions-are-driving-climate-change-heres-how-reduce-them#:~:text=Methane%20is%20the%20primary%20contributor,at%20warming%20than%20carbon%20dioxide.
3. E. A. Crunden. “How Useful Is Recycling, Really?” The Atlantic, 28 Januari 2021, https://www.theatlantic.com/science/archive/2021/01/recycling-wont-solve-climate-change/617851/.
4. Laura Sullivan. “How Big Oil Misled The Public Into Believing Plastic Would Be Recycled,” NPR, 11 September 2020, https://www.npr.org/2020/09/11/897692090/how-big-oil-misled-the-public-into-believing-plastic-would-be-recycled.
5. Joseph Winters. “Rich Countries Are Illegally Exporting Plastic Trash To Poor Countries, Data Suggests,” InvestigateWest, 18 April 2022, https://www.invw.org/2022/04/18/rich-countries-are-illegally-exporting-plastic-trash-to-poor-countries-data-suggests/.
6. “Advancing Sustainable Materials Management: 2018 Tables and Figures,” United States Environmental Protection Agency, Desember 2020, https://www.epa.gov/sites/default/files/2020-11/documents/2018_tables_and_figures_fnl_508.pdf.
Referensi
Eric Rosenbaum. “Is Recycling a Waste? Here’s The Answer from a Plastics Expert Before You Ditch The Effort,” CNBC, 22 Mei 2021, https://www.cnbc.com/2021/05/22/is-recycling-a-waste-heres-the-answer-from-a-plastics-expert.html.
“The Recycling Problem: a Feel-Good Story That’s Too Good To Be True,” Earthday.org, 7 Agustus 2019, https://www.earthday.org/the-recycling-problem-a-feel-good-story-thats-too-good-to-be-true/.
Ditulis oleh Ken Penggalih