Ketika Ketabuan Itu Sangat Dekat

Cover_Ketika Ketabuan Itu Sangat Dekat

Kabar gembira dari sebuah survei yang dilakukan organisasi Inggris Varkey Foundation menyatakan, skor umum 90 persen orang muda di Indonesia termasuk yang paling bahagia di dunia[1]. Pernyataan ini berbanding lurus dengan apa yang dikatakan oleh salah satu guru Bimbingan Konseling (BK) yang akrab dipanggil Ibu Wiwiek dari SMK Negeri 1 Sindang Indramayu saat pertemuan Forum Berbagi dan Belajar Suka Ria Remaja bersama Pamflet.

Ibu Wiwiek menyatakan bahwa siswa siswi di sekolahnya turut bahagia serta tertawa ketika mendapatkan bully dari teman-temannya. Pernyataan Ibu Wiwiek merespon diskusi tentang jangka panjang akibat bully yang menjadi pembahasan di forum pada hari itu. Lebih lanjut lagi, hasil survei Varkey Foundation dapat menjadi pendukung pernyataan Ibu Wiwiek, yang menyatakan 40 persen orang muda Indonesia tidak terlalu memikirkan masalah atau tidak merasa cemas ketika di-bully, atau tidak dicintai[2]. Apakah angka tersebut mewakili perasaan orang muda di Indramayu?

Berasal dari nama seorang perempuan yaitu Nyi Endang Darma, yang turut berjasa membangun pedukuhan, Kabupaten Indramayu sebelumnya diberi nama Darma Ayu. Daerah ini merupakan salah satu bagian dari Provinsi Jawa Barat yang memiliki jargon REMAJA atau Religius, Maju, Mandiri, dan Sejahtera. Namun sayangnya, kesepakatan tersebut tidak berbanding lurus dengan keadaan masyarakat setempat.

Di sana, banyak fenomena sosial yang sudah menjadi rahasia umum seperti halnya tindak kekerasan bully yang tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa ke anak tetapi juga antar orang muda yang dapat berujung pada keinginan untuk bunuh diri. Memang bully tidak menjadi satu-satunya faktor penyebab dari bunuh diri, namun bully bisa menjadi pemicu seseorang kepada bunuh diri[3]. Mungkin hal ini terdengar sangat jauh dari pikiran kita, bahkan banyak dari kita yang menganggap hal tersebut tidak mungkin terjadi. Namun fakta berkata lain. Seperti yang pernah dilansir Republika pada Januari 2018 lalu, satu orang muda berusia 18 tahun tidak tahan karena selalu diminta mengerjakan pekerjaan rumah teman-teman sekolahnya dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar[4]. Pernahkah kamu mendengar berita ini?

Bunuh diri merupakan masalah serius yang sangat dekat dengan kehidupan orang muda. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, bunuh diri merupakan penyebab kematian ketiga bagi orang muda yang berusia antara 10-24 tahun dan setiap tahunnya terdapat 4.600 nyawa yang hilang. Banyak faktor yang dapat memicu orang muda melakukan bunuh diri meskipun faktor tersebut tidak selalu membuat orang muda untuk bunuh diri, salah satunya hubungan sosial yang tidak sehat[5]. Perbincangan terkait bunuh diri adalah suatu hal yang tabu untuk dibicarakan di kalangan masyarakat maupun keluarga. Hal ini menunjukan bahwa belum adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental. Kejadian bunuh yang dijelaskan di atas adalah satu dari ratusan kasus di Indonesia yang dilaporkan dan terjadi akibat hubungan sosial yang tidak sehat.

Ketika Ketabuan Itu Sangat Dekat 3

Hubungan sosial yang tidak sehat hari ini, salah satunya adalah tindakan bully, tidak hanya dilakukan secara berkelompok, namun juga semakin berkembang seiring perkembangan zaman melalui dunia maya. Media sosial memang memiliki sisi positif yang sangat menguntungkan banyak orang. Namun, bukan berarti keberuntungan tersebut terpapar ke semua orang, alih-alih melayangkan kehidupan seseorang. Kejahatan di media sosial tidak jarang memakan korban akibat hujatan-hujatan dari pengguna lain atau yang dikenal dengan cyberbullying. Kalau pada 2013 Facebook dinobatkan sebagai wadah cyberbullying pertama oleh lembaga donasi anti-bullying, Ditch The Label, pertukaran posisi terjadi pada tahun 2017 kepada Instagram menjadi media sosial yang paling umum untuk melakukan perisakan (cyberbully).

Kita pasti merasa miris dan mengambil nafas panjang ketika mendengar berita AT dari Kanada pada tahun 2012 lalu bunuh diri karena cyberbullying, kita mungkin bertanya pada diri sendiri tentang mengapa orang lain tega memberikan caci maki kepada orang lain yang gagal akan suatu hal seperti yang menimpa YC asal Yogyakarta, atau kita mungkin bisa tak menyangka pertemanan mahasiswi di Kota Bandung dapat berujung tindak kekerasan saling memukul karena terpicu dari saling bully di media sosial. Yang jelas, permasalahan ini sangat dekat pada hidup kita sebagai orang muda. Baik saya maupun kamu menjadi orang yang memiliki risiko terhadap kejadian ini.

 

Sumber:

[1]Generation Z: Global Citizenship Survey: https://www.varkeyfoundation.org/generation-z-global-citizenship-survey

[2]Generation Z: Global Citizenship Survey: https://www.varkeyfoundation.org/generation-z-global-citizenship-survey

[3]Seperti yang dikatakan Benny Prawira dari Into the Light saat menjadi narasumber di Forum Berbagi dan Belajar Suka Ria Remaja “Beda itu Biasa”.

[4]http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/01/14/p2jm75299-korban-bullying-di-bandung-nekat-gantung-diri

[5]Suicide Among Youth https://www.cdc.gov/healthcommunication/toolstemplates/entertainmented/tips/SuicideYouth.html

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lain

Skip to content