UU PSDN: Undang-Undang Ngaco Itu Tak Peduli HAM

Cover_UU PSDN: Undang-Undang Ngaco Itu Tak Peduli HAM

Pernahkah kalian mendengar konflik agraria TNI vs Petani Urut Sewu? Konflik ini dipicu klaim sepihak TNI atas lahan yang diklaim oleh warga sebagai miliknya. Klaim TNI atas lahan tersebut sampai pada kegiatan pemagaran sepihak oleh TNI di wilayah Urut Sewu sepanjang sekitar 22,5 km. yang diklaim sebagai tanah negara. TNI bersikukuh bahwa tanah tersebut merupakan milik negara yang bisa dimanfaatkan oleh TNI termasuk untuk pelatihan militer. Bentrok pun terjadi, dan berakhir pada belasan warga terluka akibat pukulan tongkat TNI.

Sepanjang tahun belakangan ini, mungkin kalian sering disuguhkan dengan konflik antara warga sipil dengan aparat negara atau melihat video bagaimana penanganan aparat terhadap warga yang protes. Mungkin saja kalian akan melongo ketika melihat adegannya. Secara spontan dan tanpa pikir panjang kalian akan misuh terhadap rezim ini, dan kata-kata kasar mulai terbatin dalam diri kalian tak kunjung putus. Kata-kata kasar kalian adalah gambaran UU PSDN yang hendak dibahas dalam tulisan ini. Ya, pasal dalam undang-undang ini bermasalah dan berpotensi menghadirkan konflik serupa.

Di bawah rezim kepemimpinan presiden yang selalu ingin tampak seperti generasi 4.0, pemerintah mengajukan RUU PSDN dan masuk dalam Prolegnas tahun 2018. Kemudian, RUU ini disahkan dan diundangkan pada Oktober 2019 menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Undang-undang ini tak hanya melegalkan mobilisasi sipil dengan dalih bela negara tapi juga melegalkan perampasan lahan.

Ketika masih dalam bentuk rancangan, UU PSDN sudah mendapat penolakan dari masyarakat termasuk Komnas HAM. Permasalahan-permasalahannya seperti cerita lama, pasal-pasalnya kacau balau. Berbahaya bagi demokrasi dan HAM.

Meskipun sudah ada penolakan di masyarakat, tentu saja penolakan itu tak didengar dan tetap saja disahkan. Pembentukannya pun hanya 39 hari dengan 16 kali rapat dan 10 kali rapat secara tertutup.

Untuk lebih jelasnya, mari kita ulas pasal bermasalah dalam UU PSDN itu:

Pasal 66 ayat (2) Setiap pemilik dan/atau pengelola Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, serta Sarana dan Prasarana Nasional yang ditetapkan statusnya sebagai Komponen Cadangan wajib menyerahkan pemanfaatannya untuk kepentingan Mobilisasi. Perampasan lahan secara paksa sangat mungkin terjadi dalam pasal ini karena adanya kewajiban setiap pemilik Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Buatan (SDB) untuk menyerahkannya kepada negara untuk kepentingan mobilisasi. Dengan berdasar pada undang-undang ini militer dapat mengambil secara paksa SDA dan SDB tersebut.

Undang-undang ini sangat rawan disalahgunakan karena mengatur komponen cadangan ini bisa dimobilisasi, dengan begitu bisa disalahgunakan untuk menghadapi konflik agraria karena penggunaan komponen cadangan sangat luas. Tidak hanya menghadapi ancaman militer, tapi juga non militer dan hibrida.

Menurut Komisioner Komnas HAM bidang Pengkajian dan Penelitian Mohammad Choirul Anam justru menilai UU PSDN berbahaya bagi demokrasi dan penegakan HAM. Menurut Anam, UU PSDN berpotensi melanggar prinsip conscientious objection dan kepastian hukum karena ada pengaturan absolut melalui ancaman pidana bagi pihak yang tidak mengikuti agenda yang telah ditetapkan, misalnya mobilisasi.

Kewajiban seseorang sebagai komponen cadangan juga bisa dipidana 4 (empat) tahun sebagaimana dalam pasal 77 apabila tidak memenuhi panggilan untuk mobilisasi. Hal ini sangat bertentangan dengan pasal 28 ayat (2) sebelumnya yang pendaftarannya bersifat sukarela. Artinya undang-undang ini tidak mengadopsi prinsip HAM secara utuh dan berpotensi melanggar HAM.

Dengan demikian, undang-undang ini bertentangan dengan Resolusi PBB yang mengakui setiap warga negara yang atas dasar keyakinan dan agamanya berhak menolak dalam wajib militer karena menolak penyelesaian konflik dengan senjata.

Tak hanya itu, undang-undang ini menyebut beberapa hal yang dapat menjadi ancaman terhadap negara. Salah satunya ancaman komunisme, tak ada penjelasan di sini ancaman komunisme dalam bentuk apa yang dimaksud dalam undang-undang ini. Sehingga dapat ditafsirkan secara lentur, bisa jadi buku-buku yang dianggap menyebarkan ideologi “komunis” menjadi sasaran perampasan atas dasar undang-undang ini. Tentu saja ini menyebalkan, perampasan buku atas nama apapun adalah pembodohan. Undang-undang ini menjadi salah satu undang-undang berbahaya yang lolos di tahun 2019.  Menyebalkan.

 

Referensi:

Adi Thea DA, “Bermasalah, Koalisi Bakal Uji UU PSDN”, hukumonline.com, 07 Oktober 2019. Diakses pada tanggal 22 Januari 2020 di https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d9b19a00fb5f/bermasalah–koalisi-bakal-uji-uu-psdn/

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lain

Skip to content