Utopia Anak Muda Sehat dan Bahagia

Cover_Utopia Anak Muda Sehat dan Bahagia

Sungguh sulit bagi penulis untuk menjawab pertanyaan “Apa sih yang kamu cari di hidup ini?” Terkadang, sudah terlanjur pusing untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Satu pernyataan yang cukup sering kita dengar untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah “Mencari kebahagiaan”. Terkadang pula, pertanyaan lanjutan yang membuat sakit perut adalah “Apa yang membuat kamu bahagia?” dan “Bagaimana kamu bisa bahagia?” Standar bahagia setiap orang pun akhirnya berbeda-beda sesuai dengan keadaan hidup masing-masing. Konsep abstrak ini kemudian bertahun-tahun mengalami perkembangan hingga dapat diukur dengan berbagai macam indikator sebagai tolok ukur tingkat kebahagiaan setiap negara. Lho, bagaimana caranya?

Bahagia memang tidak selalu berkaitan dengan kekayaan seseorang. Mengutip pengertian bahagia menurut OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development), bahagia didefinisikan sebagai tingkat keadaan seseorang terhadap pengalaman hidup dan bagaimana orang tersebut mengevaluasi hidupnya secara keseluruhan. Memang cukup sulit untuk dimengerti karena mengukur kebahagiaan seseorang tentu memerlukan banyak indikator, lebih lanjut lagi ketika kebahagiaan tiap negara yang diukur. Dimulai tahun 2012, indeks kebahagiaan dunia diukur dengan memerhatikan indikator GDP (Produk Domestik Bruto) per kapita, dukungan sosial, ekspektasi hidup sehat, kebebasan mengambil keputusan hidup, kemurah-hatian, dan persepsi korupsi. Secara sederhana, tingkat kebahagiaan seseorang diukur dari seberapa puas ia dengan hidupnya dan bagaimana lingkungannya mendukung terhadap kepuasan hidup orang tersebut.

Indonesia sendiri menempati peringkat 96 dalam indeks kebahagiaan negara sedunia pada tahun 2018 (World Happiness Report, 2018). Peringkat ini turun dari sebelumnya berada di posisi 81 (World Happiness Report, 2017). Peringkat satu tentu lagi-lagi ditempati oleh negara Skandinavia, yaitu Finlandia, yang pada tahun sebelumnya menempati peringkat kelima. Tentu terdapat banyak perbedaan kemajuan antara Indonesia dengan negara-negara Skandinavia, mulai dari sistem pemerintahan, pendidikan, hingga akses kesehatan. Namun, yang perlu kita perhatikan adalah, apa yang menjadi penyebab pergeseran posisi Indonesia dalam indeks tersebut?

Dalam laporan yang sama (World Happiness Report 2018), kesejahteraan hidup subjektif seseorang menjadi faktor yang cukup berpengaruh dalam penilaian tingkat kebahagiaan setiap negara. Dalam indikator ini, ternyata tingkat kesehatan mental seseorang adalah dimensi yang cukup mempengaruhi turunnya nilai kesejahteraan hidup subjektif negara Amerika Serikat, Australia, Britania, dan Indonesia. Yup, tak bisa dipungkiri bahwa kesehatan mental menjadi permasalahan yang serius di negara kita. Beberapa waktu lalu kita pernah melihat berita mengenai bunuh diri karena depresi. Depresi sendiri pun banyak sekali penyebabnya dan sangat wajar bagi seseorang mengalami depresi karena berbagai tekanan. Anak muda tentu tidak lepas dari risiko mengalami depresi, apalagi anak muda yang sudah menjajaki dunia kerja.

Beberapa waktu lalu, kami mewawancarai Olphi Disya Arinda, S.Psi selaku COO Sehatmental.id. Inisiatif edukasi kesehatan mental yang dilakukan Sehatmental.id (Instagram: @sehatmental.id) sangat menarik untuk diikuti dan tentu membantu banyak anak muda untuk memahami kesehatan mental secara lebih dalam. Kami mewawancarai Olphi seputar kesehatan mental pekerja muda yang tidak jarang luput dari perhatian. Wawancara kami lakukan melalui kanal digital dan, wow, jawaban Olphi sangat lengkap dan tentu sangat berguna bagi kamu yang akan dan sudah memasuki dunia kerja. Simak hasil wawancara kami dengan Oplhi di bawah ini!

WHO mendefinisikan sehat sebagai keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Definisi ini tentu memiliki definisi yang luas dan perlu dijabarkan satu per satu maksud dari keadaan lengkap dari setiap dimensi tersebut. Sehat secara fisik tentu secara kasar dapat kita gambarkan, namun apa yang menjadikan seseorang sehat secara mental?
Sehat secara mental memang tidak mudah dilihat secara kasat mata ya, karena mental sendiri merupakan seperangkat kualitas kejiwaan seseorang yang terdiri dari pikiran, sikap, hingga perilaku. Seseorang yang sehat secara mental bukan hanya ditandai dengan ketiadaan gangguan mental tertentu. Namun, jika dilihat dan dirasakan dengan saksama, seseorang yang sehat secara mental dapat dicirikan sebagai berikut:

  • Mampu untuk self-aware (sadar diri) hingga aktualisasi diri
    Seseorang yang sehat mentalnya mampu untuk menyadari apa yang sedang dipikirkan, dirasakan hingga dapat menentukan apa konsekuensi dari perilakunya. Semua itu disadari dengan penuh untuk nantinya digunakan untuk mencapai aktualisasi diri, yaitu realisasi diri untuk hidup sesuai dengan tujuannya.
  • Fleksibel dalam berpikir dan bertindak
    Tidak memaksakan kehendak dan selalu berusaha menjadi yang paling benar adalah salah dua ciri seseorang dengan mental yang sehat. Kemampuan untuk memandang dari perspektif yang berbeda hingga mampu menjadi individu dengan pikiran yang terbuka akan masukan dan kritik juga merupakan ciri bahwa seseorang memiliki mental yang sehat.
  • Nyaman dengan diri sendiri
    Setiap manusia diciptakan berbeda-beda dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu, seseorang yang sehat mentalnya akan merasa nyaman dengan kondisi jiwa dan raga dirinya sehingga tidak berusaha untuk menjadi orang lain. Nyaman dengan diri sendiri bukan berarti selalu menerima apa adanya diri, namun terus berusaha menjadi individu yang lebih baik dan positif.
  • Dapat bersosialisasi dengan baik
    Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Seseorang dengan mental yang sehat akan mengembangkan sikap dan perilaku yang dapat diterima dengan lingkungannya. Antara lain dapat berkomunikasi dengan baik, mengembangkan sikap prososial, memahami lingkungan sosialnya, dan mematuhi norma-norma yang telah ditetapkan lingkungan sosialnya.

 

Mengutip data dari ILO (International Labor Organization), pekerja yang bekerja lebih dari 48 jam per minggu memiliki risiko mengalami masalah kesehatan mental. Apa yang biasanya menjadi tanda-tanda seorang pekerja muda mengalami masalah kesehatan mental?

Tanda-tanda seseorang mengalami masalah kesehatan mental tertentu memang beragam. Namun, ada beberapa ciri umum yang dapat menjadi gejala awal bahwa seseorang mungkin saja mengalami masalah kesehatan mental yang terkait dengan pekerjaan, seperti:

  • Mudah marah atau menangis (emosi negatif)
    Seseorang yang terganggu kesehatan mentalnya akan mengalami ketidakstabilan emosi sehingga sulit untuk mengontrolnya. Hal ini dipengaruhi oleh perasaan tertekan yang membuat seseorang sulit berpikir secara jernih dalam menghadapi masalah. Oleh karena itu, ketika sedang ada masalah kecil dalam pekerjaan, bukan tidak mungkin seorang pekerja bisa mengekspresikan emosi negatif.
  • Produktivitas menurun
    Menurunnya produktivitas atau tidak tercapainya kualitas performa bisa menjadi tanda-tanda bahwa pekerja tersebut mengalami masalah kesehatan mental. Pikiran yang mengganggu membuat seseorang sulit berkonsentrasi sehingga hal itu akan akan berdampak pada performa kerja. Banyak melamun dan cepat merasa lelah juga turut menjadi tanda-tanda untuk hal ini.
  • Sulit tidur dan berkurangnya nafsu makan
    Tanda-tanda umum seseorang dengan kesehatan mental yang buruk adalah berkurangnya nafsu makan karena stres (bukan karena diet atau disengaja) dan sulit tidur secara normal. Pekerja dengan tanda-tanda demikian akan terlihat tidak bergairah dan tampak tidak sehat secara fisik.
  • Adanya perubahan perilaku
    Perubahan perilaku yang signifikan mengarah ke negatif merupakan tanda-tanda terganggunya kesehatan mental yang perlu diperhatikan. Di antaranya adalah sering merasa bad mood, mudah terdirstraksi, mudah cemas, sulit membuat keputusan, sering merasa kewalahan, menghindari situasi sosial, hingga perubahan gaya bicara (menjadi terlalu cepat atau lambat).

 

Berkaca pada kejadian di Jepang, tidak jarang ditemukan para pekerja (termasuk pekerja muda) yang bekerja terlalu keras hingga akhirnya tidur di jalan, pemberhentian bus, atau stasiun. Apakah dampak seperti ini pernah ditemukan oleh teman-teman Sehat Mental Indonesia (berdasarkan pengamatan/pengalaman pribadi atau hasil kajian organisasi)? Jika pernah menemukan hal serupa, apa yang biasa dilakukan pekerja muda untuk melampiaskan kelelahan akibat kerja terlalu keras?
Sebenarnya, belum ada laporan langsung dari Sobat Sehat (klien maupun pengikut sosial media sehatmental.id) yang menyatakan bahwa mereka terlalu lelah dalam bekerja. Kami pun belum pernah membuat kajian dengan topik seperti ini. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa fenomena ini juga terjadi di sekitar kita. Beberapa Sobat Sehat menyatakan bahwa tekanan dalam bekerja membuat mereka ingin keluar atau berhenti dari pekerjaan tersebut. Ada pula yang tertekan karena sikap atasan ataupun rekan kerja.

Apa dampak yang mungkin terjadi pada kesehatan metal pekerja muda tersebut?
Dampaknya, pekerja dapat mengembangkan stres hingga gangguan mental lainnya seperti depresi, kecemasan berlebih, dan sebagainya. Secara umum, pekerja yang overwork akan mengalami penurunan kualitas hidup.

Tentu kalimat “Yaudah, sabar aja ya.” tidak akan pernah dapat membuat seseorang lebih tenang saat menghadapi permasalahan kesehatan mental. Sehat Mental Indonesia pun juga pernah membuat sebuah konten menarik terkait hal ini dengan menciptakan satu alternatif game. Kami sangat tertarik dengan inisiatif game As If yang sedang dikembangkan. Sudah sejauh apa perkembangan game ini?
Perlu diklarifikasi terlebih dulu, bahwa game As If merupakan project dari Storytale Studios yang didukung oleh Sehatmental.id dan bukan termasuk program kerja Sehatmental.id namun merupakan project kerja sama. Saat ini, project tengah diselesaikan oleh pihak pengembang game untuk dapat dimainkan oleh masyarakat.

Sembari menunggu game-nya selesai dikembangkan, apa saja yang dapat dilakukan pekerja muda untuk dapat menghindari masalah kesehatan mental (baik tips sederhana maupun tips bagi yang sudah merasakan gejala permasalahan kesehatan mental)?

Ada banyak hal yang dapat dilakukan pekerja muda untuk menjaga kesehatan mentalnya, di antaranya:

  • Mulai sadari bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik
    Menghindari merokok karena takut akan bahaya penyakit kanker sama pentingnya dengan menghindari kondisi-kondisi yang dapat berpengaruh pada kesehatan mental. Misalnya, dengan berkegiatan positif, menjauhkan pikiran dari hal-hal yang tidak perlu (pikiran kotor atau negatif), bersosialisasi dengan orang-orang yang menyayangi, dan belajar untuk dapat terbuka.
  • Jangan lupakan social support (dukungan sosial)
    Penting banget nih untuk memiliki social support dari lingkup sekitar, seperti teman atau keluarga yang dapat dipercaya. Jangan malu untuk mulai menceritakan apa yang dirasakan kepada orang-orang terdekat, sebelum terlambat.
  • Sediakan waktu untuk hal-hal yang menyenangkan dan positif
    Sebagai pekerja muda yang sibuk, tetap sediakan waktu untuk update informasi terkait kesehatan mental, melakukan hal-hal yang disenangi dan positif. Dengan melakukan hal-hal tersebut, pikiran yang tadinya tertekan dapat teralihkan dengan cara yang lebih baik.

 

Dari wawancara tersebut, tentu kita dapat menarik beberapa poin bahwa ya, kesehatan mental anak muda perlu dijaga sehingga “kebahagiaan hidup” dapat diraih. Olphi pun mengakhiri penjelasan seputar kesehatan mental pekerja muda dengan memberikan informasi seputar gejala yang harus diantisipasi sebagai tanda adanya masalah kesehatan mental. Apabila kamu mengalami beberapa gejala berikut ini selama lebih dari 2 minggu atau sebulan, sebaiknya langsung periksakan diri ke psikolog dan psikiater:

  • Tidur berlebih atau sulit tidur dengan normal
  • Merasa cemas hingga mengganggu aktivitas sehari-hari
  • Kondisi emosi dan mood yang berubah dengan cepat dan sulit dikontrol
  • Tidak memiliki gairah untuk hal-hal menyenangkan
  • Nafsu makan berubah drastis

 

Sebagai anak muda dengan berbagai tanggung jawab serta harapan yang diberikan banyak orang pada kita, tentu kita juga harus memerhatikan kebahagiaan diri sendiri. Sangat sulit memenuhi harapan banyak orang pada diri sendiri. Hal yang perlu kita sadari adalah, bukan hal yang tabu atau dosa jika kita tidak dapat memenuhi harapan semua orang. Setidaknya, itu yang penulis percaya. Selamat merayakan Hari Kesehatan Dunia!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lain

Skip to content