5 Pejuang HAM Selain Munir & Thukul

gambar munir

Baru-baru ini, kisah penyair cum aktivis Wiji Thukul diangkat dalam film Istirahatlah Kata-Kata. Kisah aktivis Munir Said Thalib juga sudah pernah kami bahas secara mendalam di newsletter 10 Tahun Munir. Sikap aktivis HAM yang kritis seringkali tidak sejalan dengan agenda pemerintah. Mereka pun tidak dianggap sebagai pilar dalam demokrasi, tapi sebagai musuh keamanan nasional yang perlu disingkirkan.

Nasib inilah yang menimpa Munir dan Wiji Thukul – sementara cak Munir dibunuh dalam perjalanan pesawat ke Amsterdam di tahun 2004, Wiji Thukul hilang sejak tahun 1998 dan tak diketahui nasibnya sampai sekarang.

Tapi, sepanjang sejarah Indonesia, ada banyak sekali pejuang HAM yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk sesama. Dari sekian banyak pejuang itu, kami memilih lima nama yang terbilang spesial.

 

 

1. Aleta Baun

 

 

Perjuangan Mama Aleta, begitu ia biasa disapa, dimulai pada tahun 1990-an ketika Gunung Batu Anjaf dan Nausus mulai dirambah industri tambang dan kehutanan. Bagi Mama Aleta, jika hutan dan batu ditambang, mata air akan hilang. Sementara, mereka menggantungkan hidup dari mata air untuk mengairi pertanian dan hutan untuk sumber pangan.

Perjuangan Mama Aleta dan Masyarakat Adat Mollo selama 11 tahun mulai membuahkan hasil pada 2007, dengan dihentikannya operasi tambang di daerah tersebut. Perusakan tanah hutan yang sakral di Gunung Mutis, Pulau Timor akhirnya bisa dicegah.

 

2. Asmara Nababan

 

 

Asmara mendapat tempat di hati publik saat berkiprah sebagai Sekertaris Jenderal Komnas HAM (1993-1998). Ia mengubah Komnas HAM yang semula hendak dijadikan sebagai alat pencitraan kekuasaan Orde Baru, menjadi lembaga kontrol efektif terhadap jalannya kekuasaan pemerintahan Suharto.

Asmara yang pertama kali membongkar keterlibatan satuan elite militer dalam pelanggaran HAM di wilayah tambang Freeport pada tahun 1995-1996. Terbentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan 13-14 Mei 1998 di era Presiden BJ Habibie juga tak lepas dari peran Asmara.

 

3. Yap Thiam Hien

 

 

Yap merupakan seorang pengacara yang mengabdikan seluruh hidupnya berjuang untuk menegakan keadilan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak terdakwa yang dibela Yap, seperti Dr. Subandrio yang diduga terlibat Gerakan 30 September. Sepak terjang Yap berlanjut tidak cuma di Indonesia. Ia menjadi pendiri Dewan Kawasan HAM di Asia pada tahun 1980. Hingga tahun 1996, ia dan rekannya mendirikan Lembaga Pembela Hak Azasi Manusia (HAM). Bersama Adnan Buyung Nasution, pada tahun 1970 mereka merintis Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

 

4. Theys Eulay

 

 

Dortheys Hiyo Eluay, dikenal dengan Theys Eulay, merupakan Kepala Suku dan Ketua Presidium Dewan Papua yang menuntut pengakuan kedaulatan terhadap Tanah Papua dari Indonesia. Tuntutan tersebut kemudian diiringi dengan tuntutan pertanggungjawaban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh aparat Indonesiea terhadap warga asli Papua.

Perjuangan Theys ini kemudian membuka mata semua pihak melihat hak-hak hidup masyarakat harus dipenuhi. Pada tanggal 10 November 2001, Theys Hiyo Eluay diculik dan lalu ditemukan sudah terbunuh di mobilnya di Skyaland. Supir pribadinya, Aristoteles Maksona, juga menghilang tanpa jejak. Diduga kuat, pembunuhan Theys didalangi oleh Kopassus Tribuna Jayapura.

 

5. Yosepha Alomang

 

 

Bayangkan jika PT. Freeport dilawan oleh seorang Ibu-Ibu, dan mereka kalah. Itulah yang dilakukan oleh Mama Yosepha Alomang. Ia maju ke depan untuk ikut membela hak rakyat lokal yang hilang sejak PT. Freeport masuk ke tanah Papua. Ia juga rutin membentuk berbagai koperasi simpan pinjam yang membantu warga yang melarat setelah tanahnya dirampas tentara, menggalang dana untuk membebaskan aktivis yang ditangkap, dan mengorganisir aksi protes. Setelah bendungan Wanagon runtuh pada tahun 2000 dan menimbulkan kerusakan besar pada kebun, rumah, dan ternak rakyat, Mama Yosepha dan rakyat Amungme demo di depan gedung DPRD dan menuntut ganti rugi dari PT. Freeport.

Ia berhasil. Freeport membayar ganti rugi sebesar 248 ribu dollar, yang digunakan untuk membangun Kompleks Yosepha Alomang. Kompleks tersebut terdiri dari klinik, gedung pertemuan, dan panti asuhan bagi anak yatim.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lain

Skip to content