Kita dan “Rencana” Perang Dunia Ketiga

Cover_Kita dan “Rencana” Perang Dunia Ketiga

Sejak Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia disetujui oleh seluruh negara di dunia tahun 1948, nyatanya dunia tidak serta merta damai dan satu negara hidup rukun dengan negara tetangganya, baik jauh maupun dekat. Ada saja negara yang masih memiliki ego untuk berkuasa atas negara lain dengan ikut campur dalam pemilihan kepada negara, atau ikut campur dalam penerbitan perundang-undangan dalam negara tersebut. Bahkan, Indonesia tidak luput dalam hal tersebut. 

Pada tahun 1965, yang merupakan tragedi tergelap di sejarah kita, disinyalir bahwa Amerika Serikat ikut campur dalam insiden ini, ingin mengganti Presiden Soekarno yang dinilai anti Amerika dan pro Soviet dengan presiden yang lebih pro terhadap Amerika. Insiden terjadi tidak hanya sekedar mengganti presiden, namun mengorbankan ratusan ribu orang sembari menciptakan narasi buatan yang tidak semuanya bisa dipercaya begitu saja. Peristiwa berdarah ini dilengkapi dengan penerbitan izin pembangunan perusahaan pertambangan Amerika terbesar di Indonesia bernama Freeport, yang memberikan keuntungan sebesar-besarnya pada Amerika (dan juga keluarga presiden pengganti kala itu), namun kesengsaraan pada Rakyat Papua. Ego inilah yang sepertinya, jika campur tangan Amerika dalam sejarah Indonesia benar adanya, masih menjadi tabiat negara adidaya ini pada negara lain, dalam hal ini Iran.

 

Amerika dan Iran

Dengan kekayaan minyak yang dimiliki sehingga menjadi negara ketiga terbesar penghasil minyak, Iran tentu menjadi sasaran bagi Amerika agar bisa dikuasai. Tahun 1953 tercatat sebagai tahun pertama bagi Iran merasakan campur tangan Amerika untuk menjatuhkan Perdana Menteri Iran kala itu, Mohammad Mossadeq. Revolusi Iran yang terjadi di tahun 1979 mengakibatkan pengusiran Syah Mohammad Reza Pahlevi dari Iran (yang dipercaya sebagai raja yang disokong oleh Amerika Serikat) dan Iran menjadi Republik Islam Iran.

Hubungan benci-benci (hate-hate tanpa ada love) terus terjadi antara Iran dan Amerika Serikat. Tentu beberapa dari kita pernah menonton film Argo yang memenangi Oscar pada tahun 2013, yang menceritakan penyelamatan enam staf kedutaan besar Amerika di Teheran pada tahun 1979. Ketegangan antara kedua negara ini terus berlanjut, lengkap dengan drama perdagangan senjata, penembakan jatuh pesawat berpenumpang sipil Iran Air di tahun 1988 oleh Amerika Serikat yang mengira pesawat tersebut adalah jet tempur, pengembangan fasilitas nuklir Iran yang dituduh oleh Amerika Serikat sebagai pengembangan senjata nuklir di era tahun 2000-an (meski pada tahun 2015 Iran bersedia untuk mengurangi aktivitas pengembangan nuklir dan memperbolehkan inspeksi internasional terhadap aktivitas tersebut), hingga tahun 2018 Amerika Serikat yang diwakili oleh Presiden Donald Trump mencabut dukungan negara terhadap pengembangan nuklir di Iran. 

Boleh dibilang ketidaksukaan Amerika Serikat terhadap Iran berlanjut hingga Trump memberikan sanksi ekspor minyak pada Iran yang mempengaruhi ekonomi negara. Trump juga mengecam akan memberikan sanksi yang sama pada negara yang masih membeli minyak dari Iran. Di pertengahan tahun 2019, ada enam tanker minyak di Teluk Oman yang diledakkan, yang kata Amerika Serikat, Iran lah yang meledakkan tanker minyak tersebut. 

Tensi berlanjut hingga baru-baru ini, seperti yang sudah kita perhatikan bersama lewat berita, pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani dilakukan oleh Amerika Serikat melalui serangan drone di Irak. Kejadian yang terjadi di awal tahun 2020 ini (tepatnya tanggal 3 Januari 2020) menjadi pemicu pergolakan yang lebih besar yang akan terjadi berikutnya. Amerika Serikat, melalui surat yang ditujukan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengaku bahwa pembunuhan tersebut dilakukan atas dasar pencegahan terhadap ancaman perdamaian internasional akibat tumbuhnya rezim di Iran. Pembunuhan ini juga dilakukan sebagai balasan Amerika Serikat terhadap banyaknya penyerangan yang dipimpin Jenderal Qasem Soleimani yang akhirnya membunuh ratusan tentara Amerika Serikat. Iran membalas menyerang pangkalan Amerika Serikat di Irbil dan Al Asad, Irak pada Rabu, 8 Januari 2020. 

 

Tiada Hikmah Di Balik Itu Semua

Tentu tidak bijak jika tensi yang terjadi antara Amerika dengan Iran menjadi satu pembelajaran bagi kita semua sehingga ada hikmah yang kita tarik. Nope, it is plain catastrophe. Karena, masak iya harus perang terlebih dahulu sampai kita bisa belajar akan suatu hal? Sampai harus ada korban jiwa agar kita belajar bahwa perang hanya akan merugikan semua pihak? Pun, perang yang sudah berabad-abad terjadi seharusnya sudah bisa menjadi contoh bahwa hal tersebut bukanlah solusi terbaik. Sangat ironis memang saat kita berusaha untuk menjadi manusia yang mencintai sesama manusia, satu negara besar sekelas Amerika Serikat, dengan segala bentuk program perdamaian yang berusaha mereka usung di berbagai negara termasuk Indonesia, membela dan membenarkan diri sendiri saat mereka berhasil membunuh Jenderal Qasem Soleimani. Tanpa sadar, Amerika Serikat menjadi memiliki pemikiran yang sama seperti kelompok teroris dan sadistik, yang ingin membalas nyawa dengan nyawa. 

Saling balas serang seperti ini tidak akan berhenti sampai ego orang di baliknya terpuaskan. Tapi sayangnya, melalui pembelajaran berat yang kita alami bersama, ego manusia tidak akan pernah bisa terpuaskan. Ada dua hal yang harusnya kita terus ingat sampai kita menjadi orang penting dan pejabat negara nanti; satu, perang tidak akan pernah menjadi solusi bagi perdamaian dan dua, membela diri atas pembunuhan yang dilakukan tidak sesuai dengan nilai hak asasi manusia. Bukan kita saja, dua pasal ini seharusnya dimiliki oleh semua pemimpin negara di seluruh dunia. Mengingat sampai sekarang belum ada tanda-tanda damai antara kedua negara tersebut, mari siap-siap menghadapi Perang Dunia Ketiga yuk gengs. Ini masalah serius, tentu kita sadari bersama, tapi apa boleh buat?

 

Referensi:

 Cobb, Kurt. (2020). The Real Reason The US Is Interested in Iran. Diakses dari: https://oilprice.com/Geopolitics/Middle-East/The-Real-Reason-The-US-Is-Interested-In-Iran.html pada 10 Januari 2020.

 BBC. (2020). US-Iran Relations: A Brief History. Diakses dari: https://www.bbc.com/news/world-middle-east-24316661 pada 10 Januari 2020.

 BBC. (2020). Iran Crisis: US ‘ready for Serious Negotiations’ with Tehran. Diakses dari: https://www.bbc.com/news/world-us-canada-51043559 pada 10 Januari 2020

 BBC Indonesia. (2020). Setelah Rudal Iran Menghantam Pangkalan AS di Irak, Presidan Trump: ‘Iran akan Mundur’. Diakses dari: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-51043606 pada 10 Januari 2020

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lain

Skip to content