Halaman ini berisi informasi tambahan yang dapat merespons pertanyaan yang muncul ketika kamu (pelajar SMA) menggunakan alat Ajar Seri Toleransi CREATE: Sewarga dan Jurnal 21 Hari Membangun Toleransi. Halaman ini dapat digunakan oleh pelajar dan juga orang dewasa (fasilitator, guru, orang tua) yang mendampingi penggunaan alat ajar. Pastikan kamu sudah memahami instruksi dan informasi yang disampaikan pada alat ajar yang kamu punya. Jika terdapat informasi yang belum kamu temukan baik pada alat ajar maupun pada halaman FAQ ini, kamu dapat menghubungi halo@pamflet.or.id atau youthchallenge@pamflet.or.id dan tim Pamflet akan merespons pertanyaanmu secara berkala. Untuk mengenal Alat Ajar Seri Toleransi CREATE: Sewarga dan Jurnal 21 Hari Membangun Toleransi, kamu dapat mengunjungi halaman: ALAT AJAR SERI TOLERANSI CREATE
Ketika menghadapi perbedaan atau mengalami konflik dengan kelompok yang berbeda, bagaimana sikapmu? Baik toleransi maupun pluralisme merupakan sikap yang ditunjukkan seseorang ketika berada pada kondisi keberagaman. Bedanya, toleransi merupakan sikap paling minimal yang dapat kita pilih ketika berhadapan dengan keberagaman. Toleransi menunjukkan masih adanya batasan, “Aku bisa saja tidak menoleransi perbedaan ini, tapi aku memilih untuk untuk bersikap toleransi”. Jika seseorang memilih untuk menoleransi perbedaan, pada lain kesempatan bisa saja ia memilih untuk tidak menoleransi atau bahkan menunjukkan kekerasan pada keberagaman tersebut.
Di sisi lain, pluralisme merujuk pada sikap di mana seseorang atau suatu kelompok merasa bahwa perbedaan dan keberagaman bukan lagi hanya sebagai kenyataan, tetapi juga sesuatu yang penting atau mengangumkan. Sama seperti kita melihat lukisan yang kaya warna atau lagu yang penuh harmoni melodi. Keberagaman membuatnya menjadi indah. Maka dari itu, orang dengan sikap pluralis akan mendorong adanya keberagaman dalam kehidupan sehari-hari. Ketika melihat ada keberagaman yang tidak terlihat, tidak mendapatkan tempat, atau bahkan menjadi korban kekerasan/penindasan, orang dengan sikap pluralis akan bersedia bersama-sama memperjuangkannya.
SARA merupakan singkatan dari Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (sumber: KBBI Daring). SARA adalah singkatan yang biasa digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan yang mengandung keberagaman.
Gender merupakan konsep identitas dan ekspresi yang diberikan masyarakat sesuai dengan sifat, peran, dan posisi perempuan dan laki-laki. Gender ini terbentuk dengan pengaruh dari sistem kepercayaan/agama, budaya, sosial, etnis, politik, hukum, pendidikan, dan ekonomi yang terus berubah dalam kurun waktu, konteks wilayah, dan budaya tertentu.
Kita perlu membedakan gender dengan jenis kelamin! Jenis kelamin sendiri adalah karakteristik biologis yang ada pada tubuhmu. Sudah terlihat kan bedanya? Jika gender membicarakan identitas dan peran yang terbentuk oleh masyarakat, jenis kelamin berfokus pada karakteristik biologis. Misalnya, secara biologis perempuan memiliki rahim yang membuat masyarakat menaruh peran gender untuk melahirkan dan membesarkan anak.
Setiap orang memiliki identitas gender yang ia hayati, baik identitas gender perempuan, identitas gender laki-laki, identitas gender non-biner, dan juga identitas gender lainnya, yang datang dengan peran gender yang berbeda-beda. Maka dari itu, gender tidak serta-merta sama dengan pembahasan mengenai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), meski pembahasan kedua topik tersebut bisa saja berkaitan
Berbeda. Seperti yang telah dibahas pada pertanyaan sebelumnya, gender merupakan identitas yang dihayati diri sendiri, dan datang dengan peran gender yang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Sementara orientasi seksual merupakan ketertarikan seseorang secara fisik, emosional, romantis, dan seksual terhadap orang lainnya.
Selama ini, kita mengetahui adanya dua jenis kelamin (biner) laki-laki dan perempuan. Hal ini membuat kita menganggap bahwa gender atau identitas yang dihayati oleh seseorang juga hanya ada dua, sebagai gender laki-laki dan gender perempuan. Padahal, seperti yang kita telah pelajari sebelumnya, identitas yang dihayati oleh setiap orang berbeda-beda. Misalnya saja, Di kepercayaan adat Bugis sendiri diakui adanya 5 gender: yaitu perempuan (makkunrai), laki-laki (oroane), perempuan yang seperti laki-laki (calalai), laki-laki yang seperti perempuan (calabai), dan Bissu yang tidak memiliki ikatan gender apapun. Apakah disekitarmu terdapat budaya atau adat dengan gender non-biner?
Tidak. Seperti yang kita telah pelajari, gender datang dengan peran yang dibentuk oleh masyarakat. Sehingga, tugas-tugas, kecernderungan, dan peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja terlepas dari gendernya. Banyak hal yang merupakan keterampilan hidup mendasar, seperti memasak, membersihkan rumah, mengelola keuangan, tentu semua orang harus bisa melakukannya, kan?
Beberapa perilaku dan sikap juga merupakan sikap alamiah yang dapat dirasakan setiap seseorang, seperti mengenali dan mengekspresikan emosi, berpikir kritis, mejadi pemberani, seluruh sikap dan perasaan tersebut dapat dirasakan oleh siapapun.
Semua orang tentu ingin menjadi dirinya sendiri, bukan? Terkadang, ada teman-teman kita yang merasa perlu berperilaku dan berpenampilan seperti sudah diatur oleh masyarakat. Misalnya, perempuan harus berambut panjang dan bermain boneka, dan laki-laki harus berambut pendek dan bermain bola. Apakah salah jika seorang perempuan senang bermain bola, atau jika laki-laki mengoleksi boneka? Tentunya penampilan dan perilaku seseorang tidak salah, selama hal itu nyaman bagi dirinya sendiri dan tidak merugikan orang lain.
Tidak, orientasi seksual merupakan ketertarikan pribadi seseorang secara fisik, emosi, romantis, dan seksual terhadap orang lain. Orientasi seksual juga bukan penyakit yang bisa menular begitu saja dan bukan sesuatu yang harus disembuhkan juga.
Sampaikanlah apa yang ingin kamu sampaikan dengan cara yang baik. Ajak ia berdiskusi untuk mengatasi rasa penasaran. Jangan lupa, ketika berdiskusi, kamu boleh saja merasa ingin tahu, tetapi juga perlu memiliki rasa empati dan keterbukaan untuk memahami sudut pandang orang lain. Jika setelah itu ia menolak, hormati keputusannya. Jangan menganggap dia aneh ataupun mengajak orang untuk menjauhinya.
Langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah menyadari apa yang kita pikirkan dan rasakan tentang teman kita itu. Wajar sekali jika kita merasa bingung, kesal, atau marah. Selanjutnya, kita bisa mencoba memahami apa yang membuat teman kita berpikir, berbicara, atau bertindak seperti yang dia lakukan. Dengan begitu, rasa marah dan kesal kita mungkin akan berkurang. Akan tetapi, kita juga perlu membuat batasan diri, lho. Kalau ada hal-hal yang membuat kita sakit hati, kita boleh untuk menyampaikan padanya. Kita bisa mencoba menyampaikan dengan cara yang baik, dengan tujuan untuk membantu bukan untuk menyakiti.
Untuk bisa menunjukkan toleransi tanpa kehilangan jati diri, kita perlu memiliki pemahaman diri yang kuat terlebih dahulu. Dengan memiliki pemahaman yang baik dan mendalam mengenai nilai-nilai yang kita miliki, maka akan lebih mudah bagi kita untuk menjaga jati diri kita. Seperti pohon, kalau kita punya akar yang kuat maka kita juga akan memiliki cabang dan dahan yang kuat dan bisa menjangkau ke segala arah.
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menciptakan ruang yang aman dan nyaman untuk semua orang, termasuk teman-teman yang minoritas. Langkah pertama adalah dengan mengenali privilese atau bekal istimewa yang sudah ada pada diri kita yang tidak ada pada kelompok minoritas tersebut. Selanjutnya, cobalah untuk mendengarkan sebanyak mungkin suara dan kisah teman-teman dari kelompok minoritas. Cobalah untuk mendengarkan tanpa menghakimi. Selain itu, kita perlu mengedukasi diri tentang masalah yang dihadapi teman-teman dari kelompok minoritas dan tentang sejarah penindasan yang mungkin pernah terjadi. Tidak lupa untuk terus terbuka terhadap masukan. Mungkin kita pernah secara sengaja atau tidak sengaja menyakiti teman kita tersebut melalui perkataan atau perilaku kita. Jangan ragu untuk meminta maaf dan belajar untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Selamat mencoba ya!
Halaman ini merupakan halaman pelengkap dari Alat Ajar Seri Toleransi: Kartu Sewarga dan Jurnal 21 Hari Membangun Toleransi. Seluruh informasi yang ada pada halaman ini disusun oleh tim Pamflet Generasi, Tim Leader Lab Indonesia, dan Tim Paduka Play sebagai penyusun kedua alat ajar.